Aqiqah

Aqiqah – Makna, Hukum, dan Tata Cara Pelaksanaannya

Posted on

Hasiltani.id – Aqiqah – Makna, Hukum, dan Tata Cara Pelaksanaannya. Aqiqah merupakan salah satu ibadah sunnah yang sangat dianjurkan dalam Islam, yang dilakukan sebagai ungkapan syukur atas kelahiran seorang bayi. Tradisi ini tidak hanya memiliki makna spiritual yang dalam, tetapi juga melibatkan berbagai ritual dan tata cara yang harus dipatuhi.

Dalam aqiqah, orang tua bayi diharapkan untuk menyembelih hewan sebagai bentuk persembahan dan berbagi kebahagiaan dengan keluarga serta masyarakat. Menyusul kelahiran bayi, aqiqah menjadi momen yang dinantikan, karena di dalamnya terkandung doa dan harapan baik bagi si bayi untuk tumbuh menjadi individu yang sehat, berbudi pekerti luhur, dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar.

Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang aqiqah, mulai dari hukum, tata cara pelaksanaan, hingga makna dan pentingnya aqiqah dalam kehidupan seorang Muslim.

Hewan yang Disembelih dalam Aqiqah

Dalam Islam, hewan yang biasanya disembelih untuk aqiqah adalah kambing. Untuk bayi laki-laki, disunahkan menyembelih dua ekor kambing, sedangkan untuk bayi perempuan cukup satu ekor. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:

“Barangsiapa yang diberi anugerah seorang anak dan ingin melaksanakan aqiqah, maka untuk anak laki-laki disembelih dua ekor kambing, sedangkan untuk anak perempuan satu ekor.” (H.R. Abu Dawud)

Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), selain kambing, hewan ternak yang lebih besar seperti sapi dan unta juga dapat digunakan untuk aqiqah. Namun, ada beberapa ulama yang masih memperdebatkan hal ini. Dalam kitab Kifayatul Akhyar dijelaskan bahwa:

“Pendapat yang paling sahih menyatakan bahwa aqiqah dengan unta atau sapi lebih utama dibandingkan dengan kambing. Namun, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa kambing lebih baik, yaitu dua ekor untuk bayi laki-laki dan satu ekor untuk bayi perempuan, sesuai dengan sunnah.”

Selain itu, diperbolehkan untuk menyembelih satu ekor sapi untuk tujuh anak. Ini juga sah, meskipun masing-masing pihak memiliki niat yang berbeda. Misalnya, tujuh orang bisa patungan untuk membeli satu sapi, di mana ada yang berniat untuk aqiqah, ada yang untuk kurban, dan ada yang hanya ingin menikmati dagingnya bersama-sama.

Baca Juga :  Contoh Pidato Perpisahan Kelas 6 Agama Kristen Menarik dan Haru

Syarat hewan yang digunakan untuk aqiqah adalah harus sehat, tidak kurus, dan tidak cacat. Untuk kambing atau domba, umurnya harus lebih dari satu tahun atau sudah berganti gigi.

Hukum Aqiqah

Setelah memahami syarat-syarat aqiqah, penting untuk mengenali hukumnya. Hukum aqiqah untuk anak merujuk pada hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah, yang berbunyi:

“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, dicukur (rambutnya), dan diberi nama.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah; dishahihkan oleh Al-Albani).

Dalam hadis ini, istilah “tergadaikan” diartikan oleh beberapa ulama bahwa jika seorang anak tidak diaqiqahkan lalu meninggal, maka anak tersebut tidak akan memberikan syafaat kepada kedua orang tuanya.

Menurut jumhur ulama, hukum aqiqah adalah sunnah muakkad, yang berarti sangat dianjurkan untuk dilaksanakan. Tata cara pelaksanaan aqiqah telah dijelaskan oleh para ulama berdasarkan hadis Rasulullah SAW yang telah disebutkan.

Dalil-Dalil Syari tentang Hukum Aqiqah

Berikut ini beberapa dalil syari yang menjelaskan hukum aqiqah:

1. Hadis dari Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy:

Rasulullah SAW bersabda, “Aqiqah dilaksanakan ketika lahirnya seorang bayi. Sembelihlah hewan dan hilangkanlah semua gangguan darinya.”
(Shahih Hadits Riwayat Bukhari)

Makna menghilangkan gangguan adalah mencukur rambut bayi dan menghilangkan semua hal yang tidak baik.

2. Hadis dari Samurah bin Jundab:

Rasulullah SAW berkata, “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, kemudian diberi nama dan dicukur rambutnya.”
(Shahih Hadits Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, dan lainnya)

3. Hadis dari Aisyah:

Aisyah melaporkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang setara, dan bayi perempuan cukup satu kambing.”
(Shahih Hadits Riwayat Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

4. Hadis dari Ibnu Abbas:

Ibnu Abbas menyampaikan bahwa Rasulullah SAW mengaqiqahi Hasan dan Husain dengan masing-masing satu kambing.
(Hadis Riwayat Abu Dawud dan Thabrani)

5. Hadis dari ‘Amr bin Syu’aib:

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa di antara kalian yang ingin melaksanakan aqiqah untuk anaknya, maka untuk anak laki-laki sembelihlah dua kambing yang setara, dan untuk anak perempuan satu kambing.”
(Sanadnya Hasan, Hadis Riwayat Abu Dawud dan Ahmad)

6. Hadis dari Fatimah binti Muhammad:

Ketika melahirkan Hasan, Rasulullah SAW bersabda, “Cukurlah rambutnya dan sedekahkan perak seberat timbangan rambutnya kepada orang miskin.”
(Sanadnya Hasan, Hadis Riwayat Ahmad dan Thabrani)

Baca Juga :  Pemahaman Hukum I'tikaf - Syarat, Rukun, dan Keutamaannya di Bulan Ramadan

Dari dalil-dalil di atas, kita dapat memahami hukum-hukum mengenai aqiqah, yang dicontohkan oleh Rasulullah, para sahabat, dan para ulama salafus sholih.

Waktu yang Tepat untuk Hukum Aqiqah

Pelaksanaan aqiqah umumnya dianjurkan dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

“Setiap bayi tergadaikan oleh aqiqahnya yang disembelih untuknya pada hari ketujuh, lalu dicukur dan diberi nama.” (HR. An-Nasa’i)

Dalam praktiknya, menghitung hari ketujuh dimulai dari hari kelahiran bayi. Misalnya, jika bayi lahir pada hari Senin, maka aqiqah dapat dilaksanakan pada hari Minggu berikutnya.

Selain itu, terdapat hadits yang menyatakan bahwa penyembelihan hewan aqiqah bisa dilakukan pada hari ketujuh, keempat belas, atau dua puluh satu. Beberapa ulama menganggap hadits ini shahih.

Meskipun hari ketujuh adalah waktu yang paling utama untuk melaksanakan aqiqah, pelaksanaan ini tidak bersifat kaku. Jika karena alasan tertentu, seperti kelelahan atau kesibukan, aqiqah tidak dapat dilakukan pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari keempat belas atau dua puluh satu. Jika masih belum memungkinkan, aqiqah bisa dilakukan kapan saja sesuai kemampuan.

Aqiqah juga dapat dilakukan hingga seseorang dewasa. Nabi Muhammad SAW pernah mengaqiqahi dirinya sendiri setelah diangkat menjadi Nabi. Ini menjadi dasar bahwa seseorang boleh mengaqiqahi dirinya sendiri jika orang tua mereka belum melakukannya saat kecil atau jika mereka tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya.

Tata Cara Aqiqah

Tata cara aqiqah dimulai dengan beberapa langkah penting sebagai berikut:

1. Dilaksanakan pada Hari Ketujuh

Aqiqah biasanya dilaksanakan pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi, dihitung dari hari lahirnya. Jika bayi lahir di malam hari, hari ketujuh dihitung dari keesokan harinya. Menurut mazhab Syafi’i, aqiqah juga bisa dilakukan sebelum atau sesudah hari ketujuh.

2. Menyembelih Hewan Aqiqah

Hewan yang disembelih untuk aqiqah harus memenuhi syarat yang sama seperti hewan kurban, baik dari segi jenis, usia, maupun kondisi fisiknya, harus bebas dari cacat. Untuk bayi laki-laki, disunnahkan menyembelih dua ekor domba, sedangkan untuk bayi perempuan cukup satu ekor. Hal ini berdasarkan hadis yang disampaikan oleh Aisyah RA:

“Untuk anak laki-laki disembelih dua ekor domba yang setara, sementara untuk anak perempuan satu ekor.” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi).

Saat menyembelih, hewan harus dihadapkan ke kiblat dan disunnahkan membaca basmalah, sholawat, takbir, serta doa.

Baca Juga :  Muntah Tidak Membatalkan Wudhu Menurut Mazhab Syafi'i

3. Memasak Daging Aqiqah dan Membagikannya

Hukum daging aqiqah sama dengan daging kurban. Daging boleh dimakan oleh yang memiliki hajat dan sebagian lagi boleh disedekahkan. Disunnahkan untuk memasak daging aqiqah sebelum membagikannya. Namun, ada dua pendapat: sebagian ulama memperbolehkan membagikan daging mentah, sementara yang lain menyarankan agar daging dimasak terlebih dahulu.

4. Memberi Nama dan Mencukur Rambut

Disunnahkan memberikan nama yang baik untuk bayi, mencukur rambutnya, dan menyedekahkan perak seberat rambut tersebut bagi yang mampu. Ketika mengaqiqahi Hasan dan Husain, Rasulullah SAW bersabda:
“Cukurlah kepalanya dan sedekahkan perak seberatnya kepada orang-orang miskin.” (HR Tirmidzi).

5. Membaca Doa

Umat Islam dianjurkan untuk membaca doa saat melaksanakan aqiqah, baik saat menyembelih hewan, mencukur rambut, maupun menutup rangkaian aqiqah. Contoh doa yang bisa dibaca adalah:

Doa saat menyembelih hewan aqiqah:

“Dengan menyebut nama Allah. Allah Maha Besar. Ya Allah, milik-Mu hewan aqiqah ini. Inilah aqiqahnya (sebutkan nama bayi).”

Doa saat mengadakan walimatul aqiqah:

“Ya Allah, jagalah dia (bayi) dari kejelekan jin, manusia, dan segala kejelekan serta maksiat. Jagalah dia dengan penjagaan-Mu yang terpuji dan berikanlah perlindungan-Mu yang lestari.”

Dengan mengikuti tata cara aqiqah ini, diharapkan pelaksanaan aqiqah dapat berjalan sesuai dengan ajaran Islam.

Penutup

Demikianlah informasi dari Hasiltani.id tentang Aqiqah.

Aqiqah adalah ibadah yang sarat dengan makna dan tujuan, tidak hanya sebagai bentuk syukur atas kelahiran seorang anak, tetapi juga sebagai upaya untuk mendidik dan membentuk karakter yang baik sejak dini. Dengan melaksanakan aqiqah, orang tua tidak hanya memenuhi sunnah Rasulullah SAW, tetapi juga menciptakan momen kebersamaan yang menguatkan hubungan sosial dalam masyarakat.

Melalui pelaksanaan aqiqah, kita diajarkan untuk berbagi kebahagiaan dengan sesama, menanamkan nilai-nilai kebaikan, serta mendoakan agar si bayi tumbuh menjadi pribadi yang berakhlak mulia. Sebagai bagian dari umat Islam, mari kita menghayati dan melaksanakan aqiqah dengan penuh keikhlasan, sehingga setiap tindakan kita dapat memberikan manfaat dan berkah, baik untuk diri kita maupun untuk orang lain. Dengan demikian, aqiqah bukan sekadar tradisi, tetapi sebuah ibadah yang mengandung hikmah dan pelajaran berharga bagi kehidupan kita.

Terimakasih telah membaca artikel ini, semoga bermanfaat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *