Yang Dimaksud Mampu Dalam Ibadah Haji

Syarat dan Pengertian Yang Dimaksud Mampu dalam Ibadah Haji

Posted on

Hasiltani.id – Syarat dan Pengertian Yang Dimaksud Mampu dalam Ibadah Haji Menurut Ajaran Islam.Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang telah memenuhi syarat. Salah satu syarat penting yang harus dipenuhi untuk dapat melaksanakan haji adalah memiliki kemampuan, atau dalam istilah fikih disebut istitha’ah. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan mampu dalam ibadah haji?

Istitha’ah dalam konteks haji mencakup berbagai aspek yang harus dipenuhi oleh seorang calon jamaah. Kemampuan ini bukan hanya terbatas pada kemampuan fisik, tetapi juga meliputi kemampuan finansial dan kondisi keamanan yang memadai untuk melakukan perjalanan ke Tanah Suci. Oleh karena itu, memahami secara tepat makna dari “mampu” sangat penting agar ibadah haji dapat terlaksana dengan sah dan diterima oleh Allah SWT.

Dalam artikel ini, akan dijelaskan lebih lanjut mengenai kriteria yang menentukan seseorang dianggap mampu untuk menunaikan ibadah haji, serta hikmah di balik syarat tersebut dalam perspektif agama Islam.

Pengertian Mampu dalam Syarat Wajib Haji

Pada pembahasan yang dimaksud mampu dalam ibadah haji, mengutip buku Ensiklopedia Fikih Indonesia: Haji & Umrah karya Ahmad Sarwat, para ulama memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan “mampu” dalam melaksanakan ibadah haji. Mereka merincinya ke dalam beberapa aspek, antara lain:

1. Mampu Secara Fisik

Mampu secara fisik berarti seseorang harus memiliki kesehatan yang baik. Ini penting karena ibadah haji membutuhkan fisik yang kuat, mengingat banyaknya aktivitas fisik yang harus dilakukan, seperti berjalan jauh dari satu tempat ke tempat lain.

2. Mampu Secara Finansial

Mampu dalam hal finansial berarti seseorang memiliki cukup harta untuk menutupi semua kebutuhan selama menjalankan ibadah haji. Ini mencakup biaya perjalanan, makanan, pakaian, dan kebutuhan selama berada di Tanah Suci, serta biaya untuk perjalanan kembali. Selain itu, orang tersebut juga harus memastikan bahwa keluarga yang ditinggalkan tetap terjamin kebutuhannya, seperti makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. Rasulullah SAW pernah mengingatkan dalam sebuah hadis, “Cukuplah seseorang berdosa dengan meninggalkan tanggungan nafkah” (HR. Abu Daud, Al-Hakim).

Baca Juga :  Panduan Lengkap Hukum Mewarnai Rambut dalam Islam

3. Mampu Secara Kondisi Keamanan

Faktor keamanan juga menjadi bagian dari syarat kemampuan. Seseorang harus berada dalam situasi yang aman untuk melaksanakan ibadah haji. Contohnya, pemerintah Arab Saudi pernah menutup ibadah haji demi mencegah penyebaran Covid-19. Di masa Rasulullah SAW, beliau bersama 1.500 jemaah pernah menunda pelaksanaan haji karena dihadang pasukan Khalid bin Walid yang saat itu masih dalam keadaan musyrik. Berdasarkan contoh-contoh ini, kondisi keamanan menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan kemampuan seseorang untuk menunaikan ibadah haji.

Dengan demikian, “mampu” dalam konteks haji bukan hanya soal keuangan, tetapi juga mencakup kesehatan dan keamanan.

Keutamaan Haji dalam Islam

Pada pembahasan yang dimaksud mampu dalam ibadah haji, Hasiltani membahas keutamaan haji dalam Islam.

Sebelum membahas syarat dan rukun haji, penting untuk memahami beberapa keutamaan yang diperoleh dari ibadah haji. Dikutip dari sumber NU Online dan Muslim.or.id, berikut adalah beberapa keutamaan haji:

1. Haji adalah Amalan yang Paling Afdal

Nabi Muhammad SAW pernah ditanya tentang amalan yang paling utama. Beliau menjawab, “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Ketika ditanya lagi, beliau mengatakan, “Jihad di jalan Allah.” Saat ditanya sekali lagi, Nabi menjawab, “Haji mabrur” (HR. Bukhari no. 1519). Hal ini menunjukkan betapa besarnya nilai haji, terutama haji yang mabrur (diterima oleh Allah).

2. Mendapatkan Balasan Surga bagi Haji yang Mabrur

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Umrah ke umrah adalah penghapus dosa di antara keduanya, dan haji mabrur tidak ada balasan lain baginya selain surga” (HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya). Ini menjelaskan bahwa haji mabrur mendapat ganjaran surga.

3. Menjadi Tamu Allah

Orang yang menunaikan haji dan umrah disebut sebagai tamu Allah. Nabi bersabda, “Orang yang berperang di jalan Allah, yang berhaji, dan yang berumrah adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka dan mereka memenuhi panggilan-Nya. Oleh karena itu, jika mereka berdoa kepada Allah, Allah akan mengabulkan permintaan mereka” (HR. Ibnu Majah no. 2893, dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani).

4. Terbukanya Pintu Pengampunan Dosa

Nabi Muhammad SAW juga bersabda, “Para jamaah haji dan umrah adalah tamu Allah. Jika mereka berdoa, Allah akan mengabulkan, dan jika mereka memohon ampunan, Allah akan mengampuni mereka” (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban). Hal ini menunjukkan bahwa melalui haji, pintu pengampunan dosa terbuka lebar.

Baca Juga :  Manfaat dan Hikmah Iman kepada Kitab-Kitab Allah

5. Menghilangkan Kemiskinan

Dalam sebuah hadis, Abdullah bin Mas’ud ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Gabungkanlah antara umrah dan haji, karena keduanya dapat menghilangkan kefakiran dan dosa, sebagaimana api menghilangkan karat dari besi, emas, dan perak. Tidak ada balasan untuk haji mabrur selain surga” (HR. An-Nasa’i, Tirmidzi, dan Ahmad). Ini menegaskan bahwa haji bisa membawa berkah dalam bentuk rezeki dan pengampunan dosa.

Keutamaan-keutamaan ini menjadikan ibadah haji sebagai salah satu ibadah paling istimewa dalam Islam.

Rukun Haji

Pada pembahasan yang dimaksud mampu dalam ibadah haji, Hasiltani membahas rukun haji.

Rukun haji adalah perbuatan yang wajib dilakukan selama menjalankan ibadah haji. Jika salah satu rukun tidak dikerjakan, maka haji menjadi tidak sah. Berikut adalah lima rukun haji yang dinukil dari Fiqh Al-‘Ibadat karya Syaikh Alauddin Za’tari:

1. Ihram

Ihram berarti berniat untuk melaksanakan ibadah haji. Tanpa niat, ibadah haji tidak sah, karena Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa “setiap amal tergantung pada niatnya.” Oleh karena itu, ihram harus dinyatakan dalam hati dan dilafalkan sebagai niat untuk berhaji.

2. Wukuf di Arafah

Wukuf adalah hadir di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, setelah matahari mulai condong ke barat hingga fajar pada 10 Dzulhijjah. Wukuf bisa dilakukan dalam keadaan apa pun, baik duduk, berbaring, atau berada di atas kendaraan, dan tidak harus dalam kondisi suci. Nabi SAW bersabda, “Haji itu wukuf di Arafah,” sehingga wukuf menjadi bagian penting dari haji.

3. Thawaf Ifadhah

Thawaf Ifadhah adalah thawaf yang dilakukan setelah wukuf di Arafah. Thawaf ini dilakukan dengan mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali, dimulai dari Hajar Aswad, dengan posisi Kakbah di sisi kiri (berputar berlawanan arah jarum jam).

4. Sa’i antara Shafa dan Marwah

Sa’i adalah berjalan bolak-balik tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah. Satu kali perjalanan dari Shafa ke Marwah dihitung sebagai satu putaran, dan kembali dari Marwah ke Shafa dihitung sebagai putaran selanjutnya. Sa’i dilakukan sebanyak tujuh kali.

5. Mencukur Rambut

Mencukur atau memotong rambut adalah rukun terakhir. Bagi pria, dianjurkan untuk mencukur sebagian atau seluruh rambut kepala (gundul lebih utama). Sementara bagi wanita, cukup memotong sebagian kecil rambut. Mencukur minimal tiga helai rambut, dan tidak bisa digantikan dengan memotong kumis atau jenggot. Waktu yang dianjurkan untuk mencukur rambut adalah setelah tengah malam pada hari raya Idul Adha.

Baca Juga :  Makna dan Kandungan Labbaika Allahumma Labbaik dalam Ibadah Haji

Dengan menyelesaikan kelima rukun ini, haji seseorang akan dianggap sah dan sempurna sesuai syariat.

Syarat-Syarat Haji

Pada pembahasan yang dimaksud mampu dalam ibadah haji, Hasiltani membahas syarat-syarat haji.

Untuk dapat melaksanakan ibadah haji, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Beragama Islam:

Ibadah haji hanya diwajibkan bagi mereka yang beragama Islam.

2. Sudah Baligh:

Haji diwajibkan bagi orang yang sudah mencapai usia dewasa.

3. Berakal Sehat:

Seseorang harus memiliki akal yang sehat, tidak gila atau mengalami gangguan mental.

4. Merdeka:

Orang tersebut bukan seorang budak atau berada dalam keadaan tertawan.

5. Mampu:

Mampu di sini mencakup kondisi fisik dan finansial, termasuk memiliki cukup biaya untuk perjalanan haji serta menjamin kesejahteraan keluarga yang ditinggalkan.

Dengan memenuhi kelima syarat ini, seseorang telah memenuhi syarat wajib untuk menunaikan ibadah haji.

Baca juga: Makna dan Kandungan Labbaika Allahumma Labbaik dalam Ibadah Haji

Penutup

Demikianlah informasi dari Hasiltani.id tentang yang dimaksud mampu dalam ibadah haji.

Dengan memahami konsep istitha’ah atau kemampuan dalam ibadah haji, kita dapat menyadari bahwa syarat “mampu” bukan hanya soal kesiapan fisik dan finansial, tetapi juga mencakup keadaan yang aman dan kondusif. Islam, sebagai agama yang sempurna, tidak pernah membebani umatnya di luar kapasitas mereka. Syarat kemampuan ini menjadikan ibadah haji sebagai bentuk ketaatan yang dilakukan dengan kesadaran penuh bahwa seseorang sudah siap dari berbagai aspek untuk menjalankannya.

Melalui pemahaman yang mendalam tentang apa yang dimaksud dengan mampu dalam ibadah haji, kita dapat lebih bijak dalam menyiapkan diri, baik dari segi fisik, finansial, maupun spiritual. Semoga setiap Muslim yang memenuhi syarat mampu dapat menjalankan ibadah haji dengan sempurna dan memperoleh haji yang mabrur.

Terimakasih telah membaca artikel yang dimaksud mampu dalam ibadah haji ini, semoga informasi mengenai yang dimaksud mampu dalam ibadah haji ini bermanfaat untuk Sobat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *