Hasiltani.id – Istilah Mbah Sangkil yang Sering Digunakan oleh Arek Surabaya. Dalam budaya Jawa Timur, khususnya di Surabaya, terdapat beragam istilah dan kosakata yang unik serta penuh makna.
Salah satu istilah yang kerap kali terdengar adalah “Mbah Sangkil.” Istilah ini memiliki makna dan kisah tersendiri yang sangat erat dengan sejarah dan kebudayaan masyarakat Surabaya.
Pada artikel ini, Hasiltani akan membahas secara mendalam mengenai istilah Mbah Sangkil, mengungkap asal usulnya, makna dalam kehidupan sehari-hari, dan bagaimana istilah ini menjadi ciri khas bagi Arek Surabaya.
Asal Usul Istilah Mbah Sangkil
Istilah Mbah Sangkil sebenarnya berasal dari bahasa Jawa yang memiliki arti kakek atau nenek yang memiliki ciri fisik yang tampak tua meskipun usianya sebenarnya masih muda.
Kata “Mbah” adalah panggilan untuk kakek atau nenek dalam budaya Jawa, sementara “Sangkil” mengacu pada kesan fisik yang tampak lebih tua dari usia sebenarnya.
Istilah ini seringkali digunakan untuk menyebut seseorang yang terlihat lebih tua dari usianya, baik dalam hal penampilan maupun sikap.
Di tengah-tengah lingkungan masyarakat Surabaya dan daerah sekitarnya, sosok Mbah Sangkil telah menjadi sebuah nama yang dianggap suci dan tak terlukiskan maknanya.
Beliau merupakan karakter yang telah menjadi lambang bagi sesuatu yang melebihi pemahaman orang umum, mewakili konsep tak terjangkau yang memancarkan aura kebodohan tanpa batas.
Sebagai contoh, bayangkan seseorang yang memiliki impian untuk memiliki mobil mewah namun enggan melakukan usaha. Sikap semacam ini dianggap tidak masuk akal oleh masyarakat.
Orang-orang cenderung merespon dengan sindiran yang mengandung kecemasan, “Prasamu tuku mobil nggawe duite Mbah Sangkil tah?” (Kamu pikir membeli mobil bisa dengan uang dari Mbah Sangkil?)
Oleh karena itu, bila ada individu yang memiliki pemikiran yang dianggap jauh dari rasionalitas, penduduk Surabaya akan merujuk kepada mereka sebagai “pengabdi Mbah Sangkil.”
Misalnya, seseorang yang hanya berkeinginan untuk beribadah tanpa mau berupaya, tetapi ternyata pikiran mereka tetap dipenuhi oleh materi.
Situasi semacam ini akan menyebabkan seseorang dicap sebagai “pengabdi Mbah Sangkil” karena dianggap memiliki pemikiran yang tidak masuk akal.
Hal ini disebabkan karena sikap enggan bekerja dianggap merusak akal sehat. Perspektif semacam itu dianggap keliru dari berbagai sudut pandang.
Alasan apapun yang mendasarinya, sulit diterima oleh akal dan prinsip-prinsip agama. Paling tidak, sikap tersebut pasti akan meruntuhkan harga dirinya di mata publik.
Contoh Pengabdi Mbah Sangkil
Dalam karya monumentalnya yang dikenal sebagai “Qomiut Tughyaan,” Syaikh Nawawi menggambarkan pandangan yang sangat mendalam tentang makrifat, dan mengutip perkataan dari Kyai Mushonnif Tuhfatul Mulk.
Beliau mengungkapkan bahwa para pakar makrifat memiliki pandangan khusus terhadap fenomena seseorang yang tidak aktif bekerja.
Menurut dawuh tersebut, ada tiga alasan yang melatarbelakangi kondisi ini: kemalasan, kesibukan dalam ketakwaan, dan rasa takut terhadap hinaan serta kesombongan.
- Seseorang yang enggan bekerja karena kemalasan, pada akhirnya cenderung menjadi pengemis, bergantung pada dukungan dari makhluk lain.
- Individu yang tidak terlibat dalam pekerjaan karena terlalu fokus pada ibadah dan ketakwaan, seringkali akan menjadi tamak terhadap harta orang lain. Mereka mungkin bahkan akan menjual aspek-aspek agama mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup, yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum agama.
- Orang yang enggan bekerja karena takut reputasinya tercemar atau karena sikap sombongnya, akhirnya mungkin akan terjerumus dalam tindakan pencurian.
Semua tipe individu ini dianggap sebagai contoh nyata dari “pengabdi Mbah Sangkil.” Ketidakaktifan mereka dalam berusaha dan bekerja telah menyebabkan kekacauan dalam akal dan perilaku.
Oleh karena itu, dalam upaya untuk menghindari menjadi seperti mereka, diharapkan agar kita bersungguh-sungguh dalam bekerja untuk mencari ridha Allah.
Konsep ini ditekankan karena pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh membawa berkah yang besar, serta mencegah kita terjebak dalam peran “pengabdi Mbah Sangkil.”
Keunikan dan Ciri Khas Arek Surabaya
Istilah Mbah Sangkil tidak hanya menjadi ungkapan biasa dalam bahasa sehari-hari, tetapi juga menjadi salah satu ciri khas yang membedakan Arek Surabaya dengan daerah lain.
Budaya humor yang kuat dan pandangan hidup yang positif tercermin dalam penggunaan istilah ini. Arek Surabaya dikenal sebagai masyarakat yang cerdas dan penuh semangat, serta mampu merangkul nilai-nilai tradisional dengan baik.
Menjaga Warisan Budaya Lewat Generasi
Penting bagi kita semua untuk menjaga warisan budaya seperti istilah Mbah Sangkil.
Melalui pengenalan dan pemahaman terhadap istilah ini, generasi muda dapat menghargai dan menghormati tradisi serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Dengan tetap melestarikan istilah Mbah Sangkil, kita turut menjaga identitas budaya Surabaya yang kaya dan unik.
Penutup
Demikianlah informasi dari Hasiltani.id tentang Istilah Mbah Sangkil.
Istilah Mbah Sangkil yang dianggap keramat di kalangan masyarakat Surabaya dan sekitarnya tidak sekadar sebuah frasa yang terlewat begitu saja.
Melalui pandangan Syaikh Nawawi dalam “Qomiut Tughyaan,” kita mendapatkan wawasan lebih dalam tentang makna yang mengitari istilah ini.
Sebagai sebuah perumpamaan yang menggambarkan ketidakaktifan dalam bekerja, istilah “Mbah Sangkil” memuat pesan mendalam mengenai kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan malas, ketidakseimbangan antara ketakwaan dan dunia, serta dampak buruk dari rasa takut dan kesombongan.
Oleh karena itu, istilah “Mbah Sangkil” bukan sekadar penanda sebuah karakter fiksi, melainkan sebuah cerminan bagi sikap dan perilaku yang dapat merusak akal dan martabat manusia.
Di tengah arus modernisasi dan tuntutan kehidupan yang semakin kompleks, pesan dari istilah ini menjadi panggilan untuk selalu berusaha, bekerja dengan sungguh-sungguh, dan menjaga keseimbangan antara ketaatan dan tanggung jawab dunia.
Sebuah peringatan tentang bahaya menjadi “pengabdi Mbah Sangkil” yang berakibat merugikan diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Terima kasih telah membaca artikel Istilah Mbah Sangkil ini, semoga informasi mengenai Istilah Mbah Sangkil ini bermanfaat untuk Sobat.