Hasiltani.id – Sejarah Singkat Joko Tole, Raja Keraton Sumenep – Kisah Penuh Keberanian. Sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara selalu menyimpan kisah-kisah menarik tentang tokoh-tokoh yang memainkan peran penting dalam pembentukan dan perkembangan daerah tersebut.
Salah satu tokoh yang tidak boleh dilupakan dalam sejarah adalah Joko Tole, Raja dari Keraton Sumenep. Kisah hidupnya yang penuh liku-liku dan perjuangan telah menjadikannya sebagai salah satu sosok yang dihormati dalam sejarah Madura.
Artikel ini akan membawa kita mengenal lebih jauh tentang Sejarah Singkat Joko Tole, penguasa yang berperan besar dalam perjalanan Keraton Sumenep.
Sejarah Singkat Joko Tole Raja Keraton Sumenep
Dalam Sejarah Singkat Joko Tole, perjalanan menyelusuri kisah sejarah Madura, kita menemukan seorang figur yang begitu penting, yakni Joko Tole, yang pernah memimpin kerajaan Sumenep. Beliau merupakan anak dari Dewi Saini, yang juga dikenal dengan sebutan Puteri Koning, dan Adipoday.
Kehidupan Joko Tole menjadi semakin menarik karena lahir dari pernikahan tersebut adalah dua orang putera, yakni Joko Tole dan Jokowedi. Namun, kisah mereka berdua tidaklah mudah, karena mereka ditinggalkan begitu saja di dalam hutan.
Putera yang pertama, Joko Tole, akhirnya ditemukan dalam kondisi yang mengharukan oleh seorang Pandai Besi bernama Empu Kelleng di desa Pakandangan.
Dia ditemukan disusui oleh seekor kerbau yang berwarna putih, sebuah gambaran yang menyentuh hati tentang keajaiban alam yang melindungi Joko Tole.
Sejak usia kecil, Joko Tole sudah menunjukkan bakatnya dalam membuat berbagai senjata seperti keris, pisau, dan peralatan pertanian.
Menariknya, cerita Sejarah Singkat Joko Tole yang beredar di masyarakat menceritakan bahwa Joko Tole menggunakan bahan dasar tanah liat untuk karya-karyanya ini, tetapi kemampuannya mampu mengubahnya menjadi besi yang kokoh.
Pada suatu waktu, ketika Joko Tole baru berusia enam tahun, Bapak angkatnya, Empu Kelleng Pakandangan, menerima panggilan istimewa dari Raja Majapahit, Brawijaya VII. Raja Majapahit membutuhkan bantuan Empu Kelleng dalam pembuatan pintu Gerbang istana.
Momen inilah yang membuat Joko Tole melangkah ke tanah Majapahit. Selama tiga tahun sejak keberangkatannya ke Majapahit, tidak ada kabar yang datang dari Empu Kelleng Pakandangan.
Kondisi ini sangat mengkhawatirkan dan menggelisahkan Nyai Empu Kelleng Pakandangan, yang merasa cemas atas nasib suaminya yang telah pergi untuk melayani raja Majapahit.
Mengkhawatirkan nasib suaminya yang masih belum kembali, Nyai Emu Kelleng Pakandangan memutuskan untuk mengirim anaknya, Joko Tole, untuk menyusul dan membantu ayahnya yang telah pergi ke Majapahit.
Selama perjalanannya, Joko Tole bertemu dengan seorang tokoh bernama Adirasa. Dalam percakapan mereka, Joko Tole menceritakan seluruh perjalanan dan urusan keluarganya, termasuk memperkenalkan adiknya, Jokowedi.
Adirasa memberikan petunjuk kepada Joko Tole tentang bagaimana cara memanggilnya jika Joko Tole mengalami kesulitan.
Selain itu, Adirasa memberikan Joko Tole seekor kuda hitam yang memiliki sayap, yang disebut “si Mega,” sehingga kuda tersebut dapat terbang seperti burung Garuda. Joko Tole juga menerima sebuah Cemeti, sebuah benda yang berasal dari ayahnya sendiri, Adipoday.
Dengan semua persiapan tersebut, Joko Tole melanjutkan perjalanannya menuju Majapahit. Setelah tiba di sana dan mendapat perkenan dari ayah angkatnya, dia pun diberi tugas oleh Raja Majapahit sebagai pembantu untuk Empu-empu yang sedang bekerja di istana.
Ketika bekerja bersama dengan Empu-empu di Majapahit, Joko Tole meminta bantuan mereka untuk melakukan sebuah tugas yang sangat istimewa, yang berakhir dengan pengorbanan besar.
Joko Tole meminta agar mereka membakarnya hingga menjadi arang. Meskipun tugas ini sangat berbahaya dan mengakibatkan dirinya terbakar, Empu-empu yang berpengalaman melakukannya sesuai permintaan Joko Tole.
Setelah Joko Tole telah cukup terbakar, apa yang keluar dari pusarnya diambil. Bahan ini kemudian akan digunakan sebagai alat perekat. Dengan tekad dan kerja keras dari Empu-empu, pintu gerbang yang sebelumnya belum dapat dilekatkan menjadi dapat dikerjakan sampai selesai.
Setelah bahan pelekat ini diambil dari pusar Joko Tole, ia kemudian dirawat dengan hati-hati dan disiram dengan udara sehingga dapat hidup kembali seperti semula, meskipun mengalami pengorbanan yang luar biasa untuk memenuhi tugasnya.
Dengan bantuan Joko Tole yang berhasil menyelesaikan tugas tersebut dan meraih pujian dari pamannya, Adirasa, yang sebelumnya enggan melaksanakan tugas itu sendiri, pintu gerbang yang besar itu dapat segera didirikan. Prestasi ini menjadi sangat mengagumkan bagi Raja, Pepatih, para Menteri, dan Empu-empu lainnya di istana Majapahit.
Sebagai penghargaan atas jasa besar yang telah dilakukan oleh Joko Tole, Raja Majapahit memutuskan untuk memberikan putri Mahkota yang bernama Dewi Mas Kumambang sebagai hadiah. Namun, karena adanya hasutan dari Pepatih, Raja mengubah keputusannya untuk menikahkan Joko Tole dengan Dewi Mas Kumambang.
Keputusan itu pun dicabut, dan Dewi Ratnadi, yang pada saat itu menderita penyakit cacar dan buta, menjadi pengantin yang dipilih sebagai gantinya.
Dalam Sejarah Singkat Joko Tole, meskipun Joko Tole menerima keputusan ini dengan tulus, dia tetap setia pada peran seorang ksatria dan menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi, walaupun pengorbanan cintanya harus diberikan demi kepentingan kerajaan.
Setelah tinggal di Majapahit selama beberapa waktu, Joko Tole memutuskan untuk pulang ke Madura bersama istrinya yang telah sembuh dari kebutaan. Dalam perjalanan kembali ke Sumenep, ketika mereka tiba di pantai Madura, sang istri merasa perlu untuk buang air.
Namun, di tempat tersebut tidak ada angin yang cukup untuk menjaga api tetap menyala, jadi Joko Tole mengambil tongkat sang istri dan menancapkannya ke tanah. Ketika tongkat itu ditancapkan, tiba-tiba keluar udara yang secara kebetulan mengenai mata sang istri yang buta.
Akibatnya, Dewi Ratnadi tiba-tiba dapat membuka matanya dan mendapatkan penglihatan kembali. Tempat ini kemudian diberi nama “Socah,” yang artinya “mata.”
Selama perjalanan mereka menuju Sumenep, pasangan suami istri ini mengalami berbagai pengalaman menarik dan membangun. Waktu berlalu, dan Joko Tole akhirnya menjadi Pangeran Secoadiningrat III di Sumenep, sekitar tahun 1415.
Namun, pada suatu waktu, mereka dihadapkan pada musuh yang datang dari negeri Cina yang dipimpin oleh Sampo Tua Lang. Musuh ini datang dengan kendaraan unik, yaitu Kapal Layar yang dapat berlayar di laut, di atas gunung di antara bumi dan langit, menciptakan ancaman yang besar bagi kerajaan Sumenep.
Dalam pertempuran melawan musuh dari Cina tersebut, Pangeran Secoadiningrat III memimpin dengan mengendarai Kuda Terbang, sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh pamannya, Adirasa.
Dalam Sejarah Singkat Joko Tole, pada suatu saat, ketika ia mendengar suara dari pamannya yang memerintahkan, “Pukul,” Joko Tole menahan kekang kudanya dengan keras.
Akibatnya, kuda tersebut menoleh ke belakang, dan pada saat yang sama, Joko Tole memukulkan cemetinya (cambuknya) ke arah kendaraannya. Sayangnya, pukulan ini membuat kendaraan tersebut hancur dan jatuh ke tanah.
Kejadian ini kemudian diabadikan dalam Lambang daerah Sumenep. Lambang ini menampilkan gambar kuda terbang yang menoleh ke belakang. Bahkan di Museum Sumenep, terdapat lambang kerajaan yang juga memiliki gambar kuda terbang.
Oleh karena itu, tak heran jika sampai saat ini Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep menggunakan kuda terbang sebagai salah satu simbol yang mewakili daerah mereka.
Penutup
Demikianlah informasi dari Hasiltani.id tentang Sejarah Singkat Joko Tole, Raja dari Keraton Sumenep.
Sejarah Singkat Joko Tole, Raja dari Keraton Sumenep, membawa kita dalam sebuah perjalanan yang penuh dengan liku-liku dan pengorbanan.
Dari awalnya ditemukan di hutan sebagai seorang anak yang ditinggalkan, hingga menjadi tokoh penting dalam sejarah Majapahit, Joko Tole memperlihatkan ketabahan dan keberanian yang luar biasa.
Kisah cintanya yang penuh pengorbanan dengan Dewi Ratnadi, serta keberhasilannya dalam pertempuran melawan musuh dari Cina dengan kuda terbangnya, telah menjadikan Joko Tole sebagai sosok yang dihormati dalam sejarah Sumenep.
Lambang kuda terbang yang menoleh ke belakang tetap menjadi bagian penting dari identitas daerah Sumenep hingga saat ini, mengingatkan kita akan keberanian dan pengabdian seorang pangeran yang pernah memimpin dengan gagah berani di keraton Sumenep.
Terima kasih telah membaca artikel Sejarah Singkat Joko Tole, Raja dari Keraton Sumenep ini, semoga informasi mengenai Sejarah Singkat Joko Tole, Raja dari Keraton Sumenep ini bermanfaat untuk Sobat.