Fiil Lazim

Fiil Lazim dan Muta’addi dan Contoh Penerapannya

Posted on

Hasiltani.id – Fiil Lazim dan Muta’addi dan Contoh Penerapannya. Dalam struktur bahasa Arab, pemahaman tentang verba atau kata kerja adalah esensial, dan di antara konsep-konsep utama yang perlu diketahui adalah Fiil Lazim dan Muta’addi.

Kedua istilah ini mengacu pada jenis-jenis kata kerja yang memiliki fungsi dan karakteristik yang berbeda dalam kalimat.

Fiil Lazim menggambarkan kata kerja yang tidak memerlukan objek langsung atau maf’ul bih untuk menyempurnakannya, sementara Fiil Muta’addi membutuhkan objek langsung untuk memberikan makna yang lengkap pada kalimatnya.

Memahami perbedaan antara keduanya bukan hanya akan memperkaya kosa kata dan gramatika kita dalam bahasa Arab, tetapi juga akan memudahkan kita dalam membaca, menulis, dan menerjemahkan teks-teks Arab dengan lebih akurat.

Dalam artikel ini, kita akan mendalami lebih jauh tentang Fiil Lazim dan Muta’addi, mulai dari definisi, ciri-ciri, hingga contoh-contohnya dalam literatur dan Al Quran.

Apa itu Fi’il Lazim

Memahami definisi dari “fi’il lazim” dapat dilakukan dengan mengetahui antonimnya, yaitu “fi’il muta’addi” (الْفِعْل ‌الْمُتَعَدِّي). Dengan memahami salah satu dari keduanya, kita akan dapat memahami lawan katanya.

Fi’il lazim didefinisikan sebagai: “الفِعْلُ اللَازِمُ هُوَ مَا لَا يُنْصِبُ المَفْعُوْلَ بِهِ” yang berarti, fi’il lazim adalah jenis kata kerja yang tidak mempengaruhi atau tidak menuntut adanya objek (maf’ul bih).

Fi’il lazim juga dijelaskan sebagai: “الْفِعْل اللازمُ هُوَ مَا لاَ يَتَعَدَّى أَثَرُهُ فَاعِلَهُ، و لاَ يَتَجَاوَزَهُ إلى المَفعُولِ بِهِ بَلْ يَبْقَى فِى نَفْسِ فَاعِلِهِ”. Artinya, fi’il lazim merupakan kata kerja yang pengaruh atau aksi dari subjek (fa’il) tidak melampaui ke objek (maful bih) tetapi hanya berfokus pada subjek itu sendiri. Sebagai contoh, dalam kalimat “ذَهَبَ سَعِيْدٌ”, yang berarti “Sa’id pergi”, verb “ذَهَبَ” adalah fi’il lazim karena aksi tersebut hanya berpusat pada Sa’id dan tidak mempengaruhi objek lain.

Fi’il lazim juga diterangkan sebagai: “الفِعْلُ اللَازِمُ هُوَ مَا لاَ يُحْتَاجُ إلى المَفعُولِ بِهِ لِحُصُوْلِ الفَائِدَةِ بِدُوْنِهِ”. Ini berarti, fi’il lazim adalah jenis kata kerja yang tidak memerlukan objek (maful bih) untuk mencapai tujuannya. Dengan kata lain, fi’il lazim hanya membutuhkan subjek (fa’il) dan tidak memerlukan objek tambahan. Dalam konteks bab al Kalam, “butuh” di sini mengacu pada fungsi atau manfaat dari kata kerja tersebut.

Baca Juga :  Apakah Huruf Athaf itu

Berdasarkan penjelasan mengenai fiil lazim yang telah diberikan sebelumnya, kita dapat mengenal beberapa istilah lain yang berhubungan dengan fiil lazim, antara lain Fi’il Qashir(الفعل القاصر), Fi’il Ghairu Waqi’(الفعل غير الواقع) dan Fi’il Ghairu Mujawaz(الفعل غير المُجاوِزِ), ghairu muta’addi(غير المتعدّي).

Lalu, apa perbedaan antara fi’il lazim dan muta’addi?

  • Fiil lazim adalah kata kerja yang tidak memerlukan objek (maf’ul bih) untuk melengkapi maknanya atau untuk mencapai tujuan atau faidah dari kata kerja tersebut.
  • Sementara itu, fiil muta’addi adalah kebalikannya, yaitu kata kerja yang memerlukan objek (maf’ul bih) agar makna atau tujuan dari kata kerja tersebut tercapai dengan sempurna.

Ciri-ciri Fiil Lazim

Dari berbagai keterangan dalam kitab-kitab, terdapat sejumlah ciri yang biasanya mengindikasikan bahwa sebuah fi’il bersifat lazim:

  1. Fi’il yang menandakan aksi yang melibatkan seluruh tubuh, seperti: “pergi” dan “datang”.
  2. Fi’il yang menunjukkan sifat, karakter, atau naluri, misalnya: “berani”, “takut”, “baik”, dan “buruk” (شَجع وجَبُنَ وحَسنُ وقَبحَ).
  3. Fi’il yang mendeskripsikan kondisi atau bentuk, seperti: “lama”, “panjang”, dan “pendek” (طال وقصرَ).
  4. Fi’il yang berkaitan dengan kebersihan atau kekotoran, contohnya: “suci”, “bersih”, “kotor”, dan “najis” (ودنسَ وقذِر نظُف وسِخ طهر).
  5. Fi’il yang menandakan kondisi (bukan pergerakan), seperti: “sakit”, “malas”, “semangat”, “sedih”, “gembira”, “haus”, dan “kenyang” (مرِض وكسِل ونشِط وفرح وحزن وشَبع وعطِش).
  6. Fi’il yang menunjukkan warna, misalnya: “merah”, “hijau”, dan “coklat” (احمرَّ واخضرَّ وأدم).
  7. Fi’il yang mengindikasikan cacat atau ketidaksempurnaan, seperti: “mata sebelah buta” dan “kabur” (عَمش وعور).
  8. Fi’il yang berkaitan dengan dekorasi atau makeup, contohnya: “bercelak” dan “bermata hitam lebar” (دعج وكحل).
  9. “Muthowa’ah” (proses perubahan) dari muta’addi dengan satu objek, seperti proses tali “menjadi panjang” (مددت الحبل فامتدَّ).
  10. Fi’il yang mengikuti pola “fa’ula” (فَعُل), seperti: حسُن, شرُف, جمُل, dan كرُم.
  11. Fi’il yang mengikuti pola “infa’ala” (انفعل), misalnya: انكسر, انحطم, dan انطلق.
  12. Fi’il yang mengikuti pola “if’alla” (افعلَّ), contoh: اغبرَّ dan ازورَّ.
  13. Fi’il yang mengikuti pola “if’aalla” (افعالَّ), seperti: اهامَّ dan ازوارَّ.
  14. Fi’il yang mengikuti pola “if’alalla” (افعلَلَّ), contohnya: اقشعرَّ dan اطمأنَّ.
  15. Fi’il yang mengikuti pola “if’anlala” (افعنلل), seperti: احرنجم dan اقعنسس.
Baca Juga :  Mengungkap Inna Syaani Aka Huwal Abtar Artinya

Transformasi Dari Fi’il Lazim

Walaupun secara asalnya fiil lazim tidak mengharuskan adanya maful bih, namun ia dapat dimodifikasi sehingga dapat digunakan bersama dengan maf’ul bih. Proses ini dikenal sebagai pemberian sifat muta’addi kepada fi’il lazim (تعدية ‌الفعل ‌اللازم).

Ada tiga metode utama untuk mengubah fiil lazim menjadi muta’addi: menambahkan hamzah (sesuai dengan pola madhi wazan af’ala/افعل), menggandakan (tasydid) huruf ain dari fiil, atau menambahkan huruf jer.

Ketika fiil lazim dimodifikasi dengan salah satu dari metode tersebut, hal ini akan mengakibatkan kemunculan maf’ul bih.

Contoh:

  1. Dengan menambahkan hamzah, جَلَسَ زَيْدٌ (Zaid duduk) berubah menjadi اَجْلَسْتُ زَيْدًا, yang berarti “Saya membuat Zaid duduk”.
  2. Melalui penggandaan (tasydid) huruf ain fiil, فَرِحَ زَيْدٌ (Zaid senang) berubah menjadi فَرَّحْتُ زَيْدًا, yang berarti “Saya membuat Zaid senang”.
  3. Dengan menambahkan huruf jer, مَرَّ زَيْدٌ (Zaid berjalan) berubah menjadi مَرَرْتُ بِزَيْدٍ, yang berarti “Saya berjalan melewati Zaid”.

Contoh Lain dari Fi’il Lazim Berikut adalah beberapa contoh lain dari fiil lazim beserta artinya. Walaupun beberapa telah disebutkan sebelumnya, contoh-contoh berikut dapat memberikan gambaran lebih lanjut:

  1. فَاضَ النَّهَرُ – Artinya: Sungai meluap.
  2. هَبَّتْ الرِيْحُ – Artinya: Angin bertiup kencang.
  3. خَرَجَ الرجلُ – Artinya: Seorang lelaki meninggalkan suatu tempat.
  4. جَلَسَ الزائرُ – Artinya: Seorang pengunjung sedang duduk.
  5. ضاع الكتابُ – Artinya: Buku tersebut hilang atau rusak.
  6. صَعُبَ السيرُ – Artinya: Perjalanan menjadi sulit.
  7. سَهُلَتِ المسألةُ – Artinya: Masalah tersebut menjadi mudah untuk diatasi.

Contoh Fiil Lazim dalam Al Quran

Berikut ini beberapa contoh fi’il lazim yang dapat ditemukan dalam al Quran:

  1. وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا Dalam Surah Al Ahzab ayat 71, artinya: “…Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah meraih kemenangan yang besar.” Kata “Yuti’u” merupakan bentuk fi’il mudhori majzum dari fiil madhi اَطَاعَ, sebuah contoh dari fi’il lazim yang diubah ke bentuk muta’addi dengan mengikuti pola af’ala atau penambahan hamzah. Sedangkan “faaza فَازَ” artinya meraih kemenangan, juga merupakan contoh dari fi’il lazim.
  2. إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ Dalam Surah An Nashr ayat 1, artinya: “Ketika datang pertolongan Allah dan kemenangan.” Di sini, kata “jaa’a, جَاءَ” yang berarti “telah datang,” merupakan sebuah contoh dari fi’il madhi yang termasuk dalam kategori fi’il lazim.
  3. ثُمَّ ذَهَبَ إِلَىٰ أَهْلِهِ يَتَمَطَّىٰ Dalam Surah Al Qiyamah ayat 33, artinya: “Kemudian ia kembali ke keluarganya dengan berlagak angkuh.” Kata “ذَهَبَ” yang berarti “pergi” adalah contoh dari fi’il lazim yang ditambahkan dengan huruf jar “ila.” Sementara “يَتَمَطَّىٰ” juga merupakan contoh lain dari fi’il mudhari yang termasuk dalam kategori fi’il lazim.
Baca Juga :  Penjelasan hingga Urutan Tashrif Istilahi

Penutup

Demikianlah informasi dari Hasiltani.id tentang Fiil Lazim.

Menyelami kedalaman bahasa Arab memerlukan pemahaman yang mendalam tentang berbagai komponennya, dan Fiil Lazim serta Muta’addi adalah dua konsep penting di antaranya.

Melalui pembahasan yang telah kita lalui, kita dapat memahami bahwa Fiil Lazim dan Muta’addi memiliki karakteristik dan fungsi yang membedakannya dalam kalimat.

Pemahaman yang tepat mengenai keduanya tidak hanya akan memperkaya pengetahuan kita dalam bahasa Arab, tetapi juga akan memfasilitasi pemahaman teks dan percakapan sehari-hari.

Semoga dengan pemahaman ini, kita dapat semakin mendekatkan diri kepada kekayaan sastra dan budaya Arab serta memperdalam keterampilan berbahasa kita.

Terima kasih telah membaca artikel Fiil Lazim ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *