Hasiltani.id – Pengertian Maf’ul Ma’ah, Syarat dan Contohnya. Dalam studi bahasa Arab, terdapat berbagai konsep dan struktur kalimat yang menjadi fokus pembelajaran.
Salah satu konsep yang penting untuk dipahami adalah “Maf’ul Ma’ah”. Istilah ini merujuk pada unsur kalimat yang berperan sebagai objek yang bersifat mendampingi atau menemani suatu tindakan.
Memahami konsep Maf’ul Ma’ah tidak hanya membantu dalam pembentukan kalimat yang benar secara gramatikal, tetapi juga memperkaya pemahaman terhadap makna kalimat dalam konteks bahasa Arab.
Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai Pengertian Maf’ul Ma’ah, mengulas definisi, fungsinya dalam kalimat, serta memberikan contoh-contoh praktis untuk memudahkan pemahaman.
Dengan memahami konsep Maf’ul Ma’ah, pembelajar bahasa Arab dapat mengembangkan kemampuan berbahasa Arab mereka dan meraih pemahaman yang lebih mendalam tentang struktur kalimat dalam kehidupan sehari-hari.
Mari kita eksplorasi lebih lanjut konsep ini dalam konteks bahasa Arab.
Pengertian Maf’ul Ma’ah
Berdasarkan penjelasan dalam kitab Al Jurumiyah, Wawu Ma’iyah adalah isim manshub (kata benda yang dinashobkan) yang ditempatkan setelah huruf wawu (و).
Namun, perlu dicatat bahwa huruf wawu ini tidak memiliki makna kata sambung “dan”, melainkan mengandung makna “bersama” atau “kebersamaan”.
Oleh karena itu, Wawu Ma’iyah sering disebut sebagai Wawu yang menunjukkan kebersamaan. Konsep ini dijelaskan dalam nadhom atau pernyataan mushonnif sebagai berikut:
هُوَ الإِسْمُ المَنْصُوبُ الَّذِى يُذْكَرُ لِبَيَانِ مَنْ فُعِلَ مَعَهُ الفِعْلُ
Artinya: “Isim nashob yang disebutkan untuk menjelaskan orang yang menyertai terlaksananya pekerjaan”.
Untuk membedakan antara Wawu Ma’iyah dan Wawu ‘Athof (bermakna “dan”), ada dua cara. Pertama, dari segi harokat, Wawu ‘Athof biasanya mengikuti harokat lafadz sebelumnya.
Jika harokatnya dhommah, maka Wawu ‘Athof juga dhommah. Ini berbeda dengan Wawu Ma’iyah yang, sesuai dengan nadhom di atas, harus mengikuti harokat nashob (fathah).
Kedua, untuk memisahkan antara Ma’iyah dan ‘Athof, kita dapat mengartikannya. Wawu Ma’iyah memiliki makna “bersama”, sedangkan Wawu ‘Athof memiliki makna “dan”. Dengan demikian, perbedaan antara keduanya dapat dipahami dengan jelas.
Syarat Maf’ul Ma’ah
Setelah membahas mengenai Pengertian Maf’ul Ma’ah, terdapat beberapa syarat yang harus terpenuhi dalam sebuah kalimat agar dapat dianggap sempurna.
Demikian pula, hal ini berlaku untuk wawu ma’iyah. Dalam kitab Jamiu Al-Durus Al-‘Arobiyah, dijelaskan syarat-syaratnya sebagai berikut:
1. Isimnya Harus Berupa Fadlah (Bukan Pokok Kalimat)
Untuk dapat dianggap sebagai wawu ma’iyah, isim yang mengikutinya harus berupa fadlah (bukan bagian dari pokok kalimat).
Jika isim tersebut berada di posisi yang merupakan bagian dari inti kalimat, maka harus diartikan sebagai ‘athof.
Sebagai contoh, dalam kalimat اِشْتَرَكَ سَعِيْدٌ وَ خَلِيْلٌ (Sa’id dan Kholil sedang berserikat), penempatan nama Kholil sebagai bagian dari pokok kalimat membuat wawu ma’iyah diartikan sebagai “dan”.
Hal ini logis karena berserikat melibatkan lebih dari dua orang, dan nama Kholil masih merupakan bagian utama dari kalimat.
Memaksa untuk mengartikannya sebagai “bersama dengan” menjadi tidak logis dan merusak struktur kalimat.
2. Sebelum Wawu Ma’iyah Terdapat Jumlah
Dalam ilmu bahasa Arab, konsep jumlah merujuk pada kalimat, yang terdiri dari isim (pelaku/benda) dan fi’il (kata kerja).
Wawu ma’iyah dapat diakui apabila sudah ada susunan kalimat sebelumnya. Sebagai contoh, dalam kalimat جَاءَ الاَمِيرُ وَالجَيْسَ (Raja datang bersamaan dengan prajurit), sudah terlihat jelas bahwa susunan kalimatnya lengkap sebelum wawu ma’iyah muncul.
3. Wawu setelah Kalimat Sempurna Harus Memiliki Makna (Beserta)
Dalam menentukan apakah suatu kalimat menggunakan wawu ma’iyah atau ‘athof, penting untuk berhati-hati.
Wawu setelah kalimat yang sudah sempurna harus memiliki makna yang bersifat mendukung atau melengkapi kalimat sebelumnya.
Pemahaman akan makna secara menyeluruh membantu dalam menentukan apakah wawu tersebut diartikan sebagai “dan” atau “bersama”.
Contoh kalimat seperti سَارَ عَلِيٌّ وَ طُلُوْعَ الشَّمْسِ (Ali berjalan bersamaan dengan terbitnya matahari) atau نَامَ أَحْمَدُ وَ غُرُوْبَ الشَّمْسِ (Ahmad tidur bersamaan dengan terbenamnya matahari) memberikan gambaran bagaimana wawu ma’iyah memiliki makna yang melengkapi kalimat sebelumnya.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa syarat agar suatu kalimat dapat dianggap menggunakan wawu ma’iyah.
Pertama, isim setelah wawu tidak boleh menjadi bagian dari pokok kalimat. Kedua, sebelum wawu muncul, sudah harus ada susunan kalimat yang lengkap.
Dan yang terakhir, pemahaman terhadap makna secara menyeluruh membantu dalam mengartikan apakah wawu tersebut berfungsi sebagai “dan” atau “bersama”.
Contohnya dalam Al-Qur’an
Dalam pembahasan Pengertian Maf’ul Ma’ah, Hasiltani juga memberikan beberapa contoh kalimat Maf’ul Ma’ah dalam Al-Qura.
Ayat 10 dari Surah Saba’ yang berbunyi
وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُودَ مِنَّا فَضْلًا يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ
Artinya: “Sungguh, Kami telah memberikan kepada Dawud karunia dari Kami. Kami berfirman, ‘Wahai gunung-gunung, bersamaanlah dengan Dawud,’ dan burung-burung juga bertasbih bersamanya, dan Kami melunakkan besi untuknya.”
Ayat 71 dari Surah Yunus yang berbunyi
فَأَجْمِعُوا أَمْرَكُمْ وَشُرَكَاءَكُمْ
Artinya: “Bulatkanlah keputusanmu dan kumpulkanlah musuh-musuhmu.”
Selanjutnya, ayat 11 dari Surah Al-Mudatsir yang berbunyi
ذَرْنِي وَمَنْ خَلَقْتُ وَحِيدًا
Artinya: “Biarkanlah Aku yang bertindak terhadap orang yang Aku sendiri telah menciptakannya.”
Selain itu, contoh kalimat sehari-hari dalam bahasa Arab yang sering ditemui adalah:
- Para lelaki telat berperang beserta para panglimanya: غَزَا الرِجَالُ وَالْقَائِدَ
- Para saudagar pergi bersamaan dengan terbitnya matahari: ذَهَبَ التُّجَّارُ وَطُلُوْعَ الشَّمْسِ
- Guru tersebut minum bersama muridnya: شَرِبَ الْمُدَرِّسُ وَ التِّلْمِيْذَ
- Anak laki-laki itu berhenti bersamaan dengan adanya tamu: وَقَفَ الْوَلَدُ وَ الضِّيْفَ
- Umar datang bersamaan dengan tenggelamnya matahari: جَاءَ عُمَرُ وَغُرُوْبَ الشَّمْسِ
- Muhammad datang bersamaan dengan terbitnya matahari: جَاءَ مُحَمَّدٌ وَطُلُوْعَ الشَّمْسِ
Baca juga: Menyelami Konsep Maf’ul Ma’ah dalam Tata Bahasa Arab
Penutup
Demikianlah informasi dari Hasiltani.id tentang Pengertian Maf’ul Ma’ah.
Dalam mengeksplorasi konsep Maf’ul Ma’ah, kita telah membahas dasar-dasar serta peran pentingnya dalam struktur kalimat bahasa Arab.
Pemahaman terhadap konsep ini tidak hanya memperkaya kosakata dan tata bahasa, tetapi juga membuka pintu bagi pembelajar bahasa Arab untuk merasakan keindahan ekspresi dalam setiap kalimat yang dibentuk.
Melalui contoh-contoh praktis yang telah dijelaskan, diharapkan pembaca dapat lebih percaya diri dalam menggunakan Maf’ul Ma’ah dalam konteks percakapan sehari-hari.
Kesadaran akan keberadaannya memberikan nuansa yang khas dan kejelasan makna dalam setiap kalimat.
Dengan mengakhiri pembahasan ini, kita diingatkan tentang pentingnya menjaga konsistensi dan ketepatan dalam menggunakan Maf’ul Ma’ah.
Kesalahan penggunaan objek mendampingi ini dapat mempengaruhi pemahaman keseluruhan kalimat dan mengurangi kejelasan makna.
Teruslah mendalami konsep-konsep bahasa Arab, termasuk Maf’ul Ma’ah, sebagai langkah menuju penguasaan yang lebih baik dalam berkomunikasi dengan bahasa yang kaya dan indah ini.
Semoga artikel ini memberikan wawasan yang berharga dan memudahkan perjalanan pembelajaran bahasa Arab Sobat. Teruslah berlatih dan eksplorasi, karena dalam bahasa terdapat keindahan yang tak terhingga.
Terimakasih telah membaca artikel Pengertian Maf’ul Ma’ah ini, semoga informasi mengenai Pengertian Maf’ul Ma’ah ini bermanfaat untuk Sobat.