Hasiltani.id – Penjelasan Maf’ul Fih Secara Lengkap.Dalam pembelajaran bahasa Arab, salah satu konsep penting yang perlu dipahami adalah “Maf’ul Fih.”
Konsep ini memiliki peran krusial dalam memahami struktur kalimat dan penggunaan kata benda sebagai objek dalam sebuah tindakan atau perbuatan.
Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi lebih lanjut tentang “Maf’ul Fih” dan bagaimana konsep ini memberikan kontribusi dalam membentuk makna kalimat dalam bahasa Arab.
Mari kita simak bersama untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai pentingnya konsep ini dalam memperkaya kemampuan berbahasa Arab kita.
Pengertian Maf’ul Fih
Pengertian dari istilah ini adalah bahwa itu adalah kata benda yang dikaitkan dengan waktu (dhorof zaman) atau tempat (dhorof makan) di mana suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan, atau pekerjaan terjadi.
Secara sederhana, istilah ini memberikan jawaban terhadap pertanyaan “di mana” dan “kapan” suatu hal terjadi.
Namun demikian, tidak semua kata benda yang menunjukkan arti tempat atau waktu dapat dikategorikan sebagai dhorof. Hal ini tergantung pada pemenuhan tiga syarat berikut:
- Mengandung kata kerja (fi’il) yang tidak terlihat secara langsung.
- Menunjukkan waktu atau tempat yang terkait dengan suatu kejadian.
- Harus dihubungkan dengan amilnya (kata benda yang dijadikan dhorof tidak bisa dikatakan nashob begitu saja; harus ada kata benda yang memiliki keterkaitan makna).
Apabila tidak memenuhi ketiga syarat di atas, statusnya hanya sebagai kata benda biasa yang mengandung arti tempat dan waktu tanpa terikat dengan suatu kejadian tertentu.
Sebagai contoh, “di rumah” memiliki makna yang berbeda dengan “Ibu sedang tidur di rumah” karena yang pertama hanya menyatakan tempat tanpa keterkaitan dengan suatu kejadian, sedangkan yang kedua memberikan informasi tambahan tentang kejadian yang sedang terjadi.
Pembagian Maf’ul Fih
Maf’ul fih dibagi menjadi dua yaitu dhorof zaman dan makan.
1. Dhorof Zaman
Dilihat dari Sisi Kandungan Makna
Dhorof zaman, yang dilihat dari maknanya, dapat dibagi menjadi tiga kelompok yang berbeda. Pertama, terdapat zaman mubham, yang artinya adalah kata benda yang memiliki makna umum dan belum diketahui berapa lama periode atau masa tertentu.
Sebagai contoh, dalam kalimat “أَمْضَي خَالِدٌ وَقْتًا طويلاً فِي طلبِ العِلْمِ” yang dapat diartikan sebagai Kholid menghabiskan waktu lama dalam menempuh pendidikan. Kedua, terdapat zaman mukhtas atau ghoiru mubham, yang masa dan periodenya sudah jelas.
Contoh dari kelompok ini adalah kalimat “أَنْتَظِرُكَ سَاعَةً تَحْتَ” yang berarti aku akan menunggumu satu jam di bawah pohon sana. Ketiga, terdapat zaman musytaq, yang merupakan kata benda dhorof zaman yang memiliki pola مَفْعِل / مَفْعَل dan menunjukkan tempat terjadinya suatu kejadian.
Contoh dari kelompok ini adalah kalimat “جَلَسْتُ مَجْلِسَ الضَيْفِ” yang artinya aku duduk di tempat duduknya tamu. Dengan demikian, pembagian ini membantu memahami perbedaan dalam konteks waktu dan tempat terkait dengan penggunaan dhorof zaman dalam bahasa Arab.
Dhorof Zaman dari Sisi Penggunannya
Jika kita melihat dari penggunaannya, dhorof zaman dapat dibagi menjadi dua kategori yang berbeda.
Pertama, ada zaman mutashorrif yang memiliki kemampuan untuk berpindah ke berbagai bentuk i’rab sesuai dengan posisinya dalam kalimat, baik sebagai maf’ul bih, fa’il, atau mubtada’.
Sebagai contoh, dalam kalimat “يَمينُك أوسعُ من شِمالِكَ” yang dapat diartikan sebagai posisi kanan lebih luas dibandingkan dengan posisi kiri.
Kata “يَمينُك” berperan sebagai mubtada’ (awal kalimat). Kedua, terdapat dhorof zaman ghoiru mutashorrif yang selalu setia dengan ke-nashob-annya dan tidak dapat di’irabi dengan yang lain di mana pun posisinya, kecuali jika ada huruf jer.
Dalam hal ini, termasuk dalam kategori syibhul dhorof atau syibhul jumlah jar majrur.
Sebagai contoh, dalam kalimat “ما خَدَعْتُ أحدًا قطٌ” yang berarti aku tidak pernah menipu orang lain sama sekali sebelumnya.
Kata “قط” memiliki makna waktu lampau, namun sebelumnya disertai dengan istifham (kalimat tanya). Dengan demikian, hukumnya menjadi mabni dhommah dengan i’rab dhorof zaman.
Sepanjang | خِلَالَ | Ketika | حِيْنًا | |
---|---|---|---|---|
Di tengah | أَثْنَاءَ | Di sore hari | مَسَاءً | |
Setahun | سَنَةً | Di pagi hari | صَبَاحًا | |
Sebulan | شَهْرًا | Di waktu dzuhur | ظُهْرًا | |
Seminggu | أُسْبُوْعًا | Di waktu | وَقْتَ | |
Sebelum | قَبْلَ | Di malam hari | لَيْلًا | |
Setelah | بَعْدَ | Di siang hari | نَهَارًا | |
Selamanya | أَبَدًا | Di pagi hari | غُدْوَةً | |
Di batas waktu tertentu | أَمَدًا | Di pagi hari | بُكْرَةً |
2. Dhorof Makan (Tempat)
Seperti halnya dhorof zaman, dhorof makan juga dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori, yakni:
Dilihat dari Sisi Kandungan Makna:
Dibagi menjadi dua kategori, pertama adalah mubham yang merupakan kata benda yang menunjukkan tempat, namun tidak spesifik.
Contohnya adalah istilah jarak (jauh, dekat), di mana setiap individu mungkin memiliki pemahaman yang berbeda, serta istilah arah atau ukuran (tinggi, pendek, dan sebagainya).
Kedua adalah ghoiru mubham, yang sudah jelas menunjukkan tempat tertentu. Namun, penggunaannya dalam kalimat wajib didahului oleh huruf jar (في).
Terkecuali untuk lafaz “مكة” dan “الشام” karena istilah ini sudah umum digunakan oleh penduduk Arab.
Dilihat dari Sisi Penggunaan:
Seperti sebelumnya, dilihat dari segi penggunaan, dhorof makan dibagi menjadi dua kategori. Pertama, mutashorif yang memiliki kemampuan untuk mengalami perubahan i’rab (menjadi mubtada’, khobar, fa’il).
Kedua, ghoiru mutashorrif yang selalu berada dalam posisi objek, kecuali jika diikuti oleh huruf jar.
Utara | شَمَالَ | Di bawah | تَحْتَ | |
---|---|---|---|---|
Selatan | جَنُوْبَ | Di bawah / selain / bukan | دُوْنَ | |
Barat | غَرْبَ | Di depan | أَمَامَ | |
Timur | شَرْقَ | Di depan | قُدَّامَ | |
Dari sisi | نَاحِيَةَ | Di belakang | خَلْفَ | |
Di dekat | قُرْبَ | Di belakang | وَرَاءَ | |
Bersama | مَعَ | Sebelah kanan | يَمِيْنَ | |
Ke arah | نَحْوَ | Sebelah kiri | شِمَالَ |
Amil yang Membuatnya Menjadi Nashab
Setelah memahami pembagiannya secara rinci, langkah selanjutnya bagi Sobat adalah mengetahui amil (penyebab perubahan) apa saja yang membuat dhorof menjadi nashob, beserta contohnya:
1. Fi’il:
Contohnya adalah dalam kalimat “ذَهَبَ خَالدٌ يَوْمَ الجُمْعَةِ” yang dapat diartikan sebagai Kholid pergi pada hari Jumat.
Kata “ذَهَب” berperan sebagai fi’il (kata kerja) yang menjadi amil perubahan status dhorof menjadi nashob.
2. Mashdar:
Contohnya adalah dalam kalimat “السهرُ لَيلاً مُرْهِقٌ” yang dapat diartikan sebagai begadang di waktu malam sungguh melelahkan.
Kata “السهرُ” merupakan mashdar (infinitif) yang menjadi amil perubahan status dhorof menjadi nashob.
3. Isim Fa’il:
Contohnya adalah dalam kalimat “خالدٌ قَادِمٌ غدًا” yang dapat diartikan sebagai Kholid akan datang besok.
Kata “خالدٌ” berperan sebagai isim (kata benda) dan kata “قَادِمٌ” sebagai fa’il (pelaku) yang menjadi amil perubahan status dhorof menjadi nashob.
4. Isim Maf’ul:
Contohnya adalah dalam kalimat “المدرسةُ مَفْتُوْحَةٌ صَبَاحًا وَمُغْلَقَةٌ مَسَاءً” yang dapat diartikan sebagai sekolah itu dibuka pada pagi hari dan ditutup pada sore hari.
Kata “المدرسةُ” berperan sebagai isim (kata benda) dan kata “مَفْتُوْحَةٌ” sebagai maf’ul (objek) yang menjadi amil perubahan status dhorof menjadi nashob.
Penutup
Demikianlah informasi dari Hasiltani.id tentang Maf’ul Fih.
Dengan memahami konsep “Maf’ul Fih,” kita telah membuka pintu menuju kemahiran berbahasa Arab yang lebih tinggi.
Kemampuan untuk mengenali dan menggunakan objek dalam sebuah tindakan atau perbuatan melalui “Maf’ul Fih” tidak hanya memperkaya struktur kalimat, tetapi juga memperluas kapasitas ekspresi dalam berkomunikasi.
Oleh karena itu, teruslah eksplorasi dan latih pemahaman Sobat terhadap “Maf’ul Fih” agar dapat mengaplikasikannya dengan lancar dalam percakapan sehari-hari dan penulisan bahasa Arab.
Dengan demikian, kita dapat mengukir langkah menuju kefasihan berbahasa Arab yang lebih sempurna.
Terimakasih telah membaca artikel Maf’ul Fih ini, semoga informasi mengenai Maf’ul Fih ini bermanfaat untuk Sobat.