Hasiltani.id – Apakah Catur Haram? Pandangan Ulama dan Hukum dalam Islam. Permainan catur merupakan salah satu jenis olahraga otak yang telah ada sejak ribuan tahun dan digemari oleh berbagai kalangan. Namun, di tengah popularitasnya, muncul pertanyaan yang sering diperdebatkan: Apakah catur haram dalam pandangan Islam? Sebagian ulama memandang bahwa permainan ini melalaikan dari ibadah, bahkan mengandung unsur yang terlarang, sementara yang lain menganggapnya sebagai permainan yang sah-sah saja asalkan tidak melibatkan hal-hal yang haram.
Dalam artikel ini, kita akan menelaah lebih dalam berbagai pandangan ulama terkait hukum bermain catur dan apa saja faktor yang membuatnya dianggap haram atau diperbolehkan.
Hukum Bermain Catur
Pada pembahasan apakah catur haram, Hasiltani membahas hukum bermain catur.
Hukum bermain catur dapat dibagi menjadi dua kondisi:
1. Haram jika Mengandung Hal yang Terlarang atau Meninggalkan Kewajiban
Bermain catur dihukumi haram berdasarkan kesepakatan para ulama apabila mengandung unsur yang dilarang, seperti kebohongan, sumpah palsu, ketidakadilan, atau pembicaraan yang sia-sia. Selain itu, jika permainan catur sampai melalaikan kewajiban, seperti meninggalkan shalat lima waktu, terutama bagi pria yang wajib berjamaah di masjid, maka hukumnya haram. Sering kali, karena terfokus pada strategi permainan, seseorang menghabiskan waktu berjam-jam sehingga lalai dari kewajiban seperti shalat.
Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan bahwa catur haram jika di dalamnya terdapat perbuatan terlarang seperti kebohongan, sumpah palsu, atau pembicaraan sia-sia. Beliau juga menambahkan bahwa melalaikan shalat lima waktu untuk permainan ini merupakan bentuk keharaman (Majmu’ Al Fatawa, 32: 245).
2. Tidak Haram jika Tidak Melalaikan Kewajiban dan Tidak Mengandung Hal yang Terlarang
Jika bermain catur tidak sampai melalaikan kewajiban atau tidak disertai perbuatan haram, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Beberapa ulama berpendapat bahwa tetap haram, seperti mayoritas ulama dari mazhab Hambali, Malikiyah, dan Hanafiyah, serta beberapa ulama kontemporer. Di sisi lain, sebagian ulama Syafi’iyah membolehkan bermain catur dengan catatan tidak ada unsur terlarang di dalamnya.
Pendapat yang membolehkan bermain catur didasarkan pada asumsi bahwa segala sesuatu hukumnya mubah (boleh) kecuali ada dalil yang tegas melarangnya. Namun, ulama yang mengharamkan berpendapat bahwa catur sering kali melalaikan dari mengingat Allah dan shalat.
Alasan Sebagian Ulama Mengharamkan Catur
Pada pembahasan apakah catur haram, Hasiltani membahas alasan mengapa sebagian ulama mengharamkan catur.
Beberapa alasan mengapa sebagian ulama mengharamkan catur adalah:
1. Patung-patung di Catur:
Buah catur memiliki bentuk yang menyerupai patung, dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keberadaan gambar atau patung di dalam rumah, karena malaikat tidak akan memasuki rumah yang terdapat gambar makhluk bernyawa (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, buah catur dinilai terlarang karena menyerupai patung tiga dimensi.
2. Bermain Catur Bisa Melalaikan dari Ibadah:
Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Taimiyah, meskipun tidak ada unsur taruhan, permainan catur sering kali melalaikan dari mengingat Allah, meninggalkan shalat, dan memicu permusuhan.
3. Jarangnya Pemain Mematuhi Syarat yang Diperbolehkan:
Para ulama yang membolehkan catur mengajukan syarat bahwa permainan ini tidak boleh mengandung unsur judi, perkataan sia-sia, dan tidak boleh melalaikan kewajiban seperti shalat. Namun, menurut Syaikh Sholeh Al Fauzan, syarat ini jarang sekali dipatuhi oleh para pemain.
Jadi, berdasarkan pendapat mayoritas ulama dan alasan-alasan yang disampaikan, hukum bermain catur cenderung dianggap haram, terutama jika permainan ini menyebabkan kelalaian terhadap kewajiban agama atau melibatkan unsur-unsur yang dilarang.
Tiga Pendapat Ulama Tentang Hukum Bermain Catur
Pada artikel apakah catur haram, berikut adalah tiga pendapat ulama tentang hukum bermain catur:
1. Pendapat Ulama Malikiyah dan Hanabilah (Juga Beberapa Ulama Syafi’iyah)
Pendapat pertama berasal dari mazhab Malikiyah dan Hanabilah, yang secara tegas mengharamkan permainan catur. Pendapat ini juga diikuti oleh beberapa ulama Syafi’iyah seperti Al-Halimi dan Ar-Ruyani. Mereka menyatakan bahwa bermain catur haram secara mutlak.
Beberapa sahabat Nabi seperti Sayidina Ali, Ibnu Umar, dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum juga mendukung keharaman ini. Dalil keharamannya antara lain berasal dari pernyataan Sayidina Ali bin Abu Thalib, yang pernah melihat sekelompok orang bermain catur dan berkata:
“Apa gerangan dengan patung-patung yang kalian berdiam lama-lama di depannya?” (HR. Al-Baihaqi 10: 212).
Ini menunjukkan bahwa permainan catur dianggap sebagai sesuatu yang menyerupai berhala, sehingga diharamkan.
2. Pendapat Hanafiyah dan Syafi’iyah (Juga Sebagian Ulama Malikiyah)
Pendapat kedua berasal dari mazhab Hanafiyah dan sebagian ulama dari mazhab Syafi’iyah serta Malikiyah, yang menganggap bahwa bermain catur hukumnya makruh. Mereka berpendapat bahwa catur termasuk dalam kategori permainan dan kelalaian, yang dianggap makruh karena tidak memberikan manfaat besar dalam agama.
Dasar kemakruhan ini bersumber dari hadits Jabir yang berbunyi:
“Segala hal selain zikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah kelalaian dan permainan, kecuali empat hal: berlatih memanah, melatih kuda, bergurau dengan istri, dan belajar berenang.”
Mazhab Syafi’iyah memberikan batasan dalam pandangan ini. Mereka berpendapat bahwa bermain catur hanya makruh jika dimainkan dengan orang yang meyakini kehalalannya. Namun, jika bermain dengan orang yang meyakini keharamannya, maka hukumnya menjadi haram karena dianggap membantu orang tersebut dalam perkara maksiat.
3. Pendapat Abu Yusuf dan Sebagian Ulama Syafi’iyah
Pendapat ketiga menyatakan bahwa bermain catur diperbolehkan. Pendapat ini dipegang oleh Abu Yusuf, salah satu ulama besar dalam mazhab Hanafi, dan juga merupakan salah satu pendapat dalam mazhab Syafi’iyah. Menurut pendapat ini, bermain catur dibolehkan karena dianggap dapat mencerdaskan otak, dan asal hukumnya adalah mubah (boleh) selama tidak ada dalil yang jelas-jelas melarangnya.
Mereka berargumen bahwa tidak ada nash (teks Al-Qur’an atau hadits) yang secara eksplisit mengharamkan catur, sehingga hukumnya kembali pada asal, yaitu diperbolehkan selama tidak melalaikan kewajiban dan tidak mengandung unsur yang dilarang.
Baca juga:
- Panduan Lengkap Hukum Mewarnai Rambut dalam Islam
- Panduan Hukum Mencukur Kumis dalam Islam – Sunnah
- Panduan Lengkap Hukum Merapikan Gigi dalam Islam
Penutup
Demikianlah informasi dari Hasiltani.id tentang apakah catur haram.
Dalam pandangan Islam, hukum bermain catur bergantung pada konteks dan kondisi saat permainan dilakukan. Jika permainan catur sampai melalaikan kewajiban seperti shalat, atau mengandung unsur haram seperti perjudian, maka mayoritas ulama sepakat bahwa catur hukumnya haram.
Namun, jika dimainkan tanpa melalaikan kewajiban dan tidak mengandung unsur terlarang, beberapa ulama memberikan kelonggaran dengan menyatakan bahwa hukumnya makruh atau bahkan boleh, selama memenuhi syarat tertentu. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memahami kondisi masing-masing dan mengutamakan kewajiban agama sebelum memilih untuk bermain catur.
Terimakasih telah membaca artikel apakah catur haram ini, semoga informasi mengenai apakah catur haram ini bermanfaat untuk Sobat.