Bersuci Dari Najis Babi

Panduan Lengkap Bersuci dari Najis Babi Menurut Ajaran Islam

Posted on

Hasiltani.id – Panduan Lengkap Bersuci dari Najis Babi Menurut Ajaran Islam. Dalam ajaran Islam, menjaga kebersihan dan kesucian merupakan bagian penting dari ibadah sehari-hari. Salah satu bentuk kebersihan yang harus diperhatikan oleh setiap Muslim adalah bersuci dari najis.

Najis babi, yang dikategorikan sebagai najis mughallazhah (najis berat), memiliki tata cara penyucian khusus yang berbeda dibandingkan najis lainnya. Bersuci dari najis babi memerlukan perhatian lebih karena statusnya yang lebih berat, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai literatur fiqih.

Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam cara-cara yang tepat untuk membersihkan najis babi sesuai dengan tuntunan syariat, berdasarkan dalil-dalil hadits yang shahih serta pendapat para ulama. Pengetahuan ini penting agar umat Muslim dapat menjaga kesucian diri, pakaian, dan tempat ibadah sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam Islam.

Macam-macam Najis dan Cara Penyuciannya

Sebelum membahas bersuci dari najis babi, Hasiltani membahas macam-macam najis dan cara penyuciannya.

Berikut penjelasan yang lebih sederhana tentang macam-macam najis dan cara penyuciannya:

1. Najis Mughallazhah (Najis Berat)

Najis ini mencakup anjing, babi, dan turunan dari keduanya. Termasuk kencing, kotoran, atau cairan lain dari mereka. Cara membersihkannya adalah dengan mencuci sebanyak tujuh kali, dan yang pertama menggunakan debu atau tanah yang dicampur dengan air.

Dalilnya berdasarkan hadits Rasulullah SAW:

“Jika anjing minum dari bejana kalian, cucilah bejana itu tujuh kali, dan yang pertama kali dengan tanah.” (HR. Bukhari & Muslim)

Berdasarkan hadits ini, najis babi juga disamakan dengan najis anjing karena statusnya yang lebih buruk. Semua bagian tubuh anjing dianggap najis, bukan hanya air liurnya.

2. Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)

Najis ini adalah kencing bayi laki-laki yang belum makan makanan selain ASI dan belum berusia dua tahun. Cara membersihkannya cukup dengan memercikkan air pada bagian yang terkena najis tanpa harus mencucinya secara berulang.

Baca Juga :  Hukum Berburu dengan Senapan Angin dalam Islam - Syarat dan Ketentuannya

3. Najis Mutawassithah (Najis Sedang)

Ini adalah jenis najis yang berada di tengah-tengah antara najis berat dan ringan, mencakup segala jenis najis selain anjing, babi, dan kencing bayi laki-laki. Contoh najis ini adalah kencing manusia atau hewan.

Cara membersihkannya adalah dengan menghilangkan wujud najisnya terlebih dahulu, lalu mencucinya sekali. Mencuci hingga tiga kali itu disunnahkan. Dalilnya adalah hadits Rasulullah SAW:

“Jika salah seorang dari kalian bangun tidur, jangan langsung mencelupkan tangannya ke dalam bejana sebelum mencucinya tiga kali, karena dia tidak tahu di mana tangannya semalam.” (HR. Bukhari & Muslim)

Dengan mengikuti aturan ini, najis bisa dibersihkan sesuai dengan tuntunan syariat Islam.

Cara Membersihkan Najis Babi

Pada artikel bersuci dari najis babi, Hasiltani memberikan cara membersihkan najis babi.

Untuk membersihkan najis babi, Sobat perlu mencucinya dengan air sebanyak tujuh kali, dan salah satunya menggunakan tanah atau debu. Namun sebelum itu, Sobat harus terlebih dahulu membersihkan wujud najis yang terlihat, seperti kotoran, darah, atau air liur.

Menurut ulama, najis babi dianggap lebih berat dan lebih buruk daripada najis anjing, sehingga umat Muslim harus lebih berhati-hati dalam menangani najis ini.

Dalam buku Syarah Fathal Qarib Diskursus Ubudiyah Jilid I yang disusun oleh Tim Pembukuan Mahad Al-Jamiah UIN Malang (2020), disebutkan bahwa bagian yang najis dari babi hanya air liur, darah, dan kotorannya. Sementara bagian tubuh lainnya, termasuk bulunya, tidak dianggap najis. Jadi, menyentuh bulu babi tidak masalah selama tidak terkena air liur atau bagian yang basah lainnya.

Jika seekor babi menjilati atau memasukkan bagian tubuhnya yang basah ke dalam wadah, maka wadah tersebut dianggap tidak suci lagi. Untuk membersihkannya, Sobat harus mencucinya tujuh kali dengan air, dan salah satunya harus menggunakan tanah atau debu. Namun, jika hanya bagian tubuh kering babi yang menyentuh wadah, dan tidak meninggalkan bekas, maka wadah tersebut tidak dianggap najis, karena najis ditetapkan hanya jika ada tanda basah pada hewan tersebut.

Dalam madzhab Syafi’i, tata cara membersihkan najis babi telah dijelaskan dengan detail. Najis babi harus dibersihkan tujuh kali, dengan salah satu cucian menggunakan tanah atau debu yang bisa berasal dari tanah liat, tanah kering, atau tanah merah.

Baca Juga :  Panduan Lengkap Tentang Najis dan Pensuciannya dalam Islam

Ada tiga cara yang boleh digunakan untuk membersihkan najis babi dengan air dan tanah, menurut buku Fikih Empat Madzhab Jilid 1 oleh Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi (2015), yaitu:

  1. Campurkan air dengan tanah atau debu terlebih dahulu, lalu gunakan campuran ini untuk membersihkan bagian yang terkena najis.
  2. Siramkan air ke tempat yang terkena najis, kemudian taburkan tanah atau debu di atasnya.
  3. Taburkan tanah atau debu terlebih dahulu, kemudian bersihkan dengan air.

Dengan cara ini, najis babi dapat dibersihkan sesuai dengan tuntunan fiqih.

Membersihkan Wadah Bekas Najis Babi

Pada pembahasan bersuci dari najis babi, mayoritas ulama menolak menyamakan najis babi dengan najis anjing, meskipun ada pendapat qiyas (penyamaan hukum). Hal ini didasarkan pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Tsa’labah Al Khusyani RA. Suatu ketika, Abu Tsa’labah bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai apakah boleh menggunakan wadah atau panci bekas memasak babi milik ahli kitab.

Rasulullah SAW menjawab:

“Jika kamu menemukan wadah lain, jangan gunakan wadah tersebut. Tetapi, jika kamu tidak menemukan wadah lain, cucilah wadah itu dan gunakan untuk makan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadits ini, menyamakan najis babi dengan anjing dianggap tidak kuat. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin menjelaskan dalam bukunya At Tahrir Syarhud Dalil bahwa babi disebutkan dalam Al-Qur’an dan sudah ada di zaman Rasulullah SAW, namun tidak ada dalil yang menyamakan najis babi dengan najis anjing.

Menurut Syaikh Muhammad, najis babi lebih tepat diperlakukan seperti najis lainnya, yaitu cukup dengan mencucinya hingga bersih, tanpa perlu dicuci tujuh kali atau menggunakan tanah seperti pada najis anjing. Hal ini karena aturan mencuci tujuh kali hanya berlaku untuk najis anjing dan tidak bisa diterapkan pada najis lain seperti babi, karena hukum-hukum ibadah bersifat tauqifiyyah (hanya berdasarkan dalil dari Al-Qur’an atau Sunnah).

Baca Juga :  Apakah Nanah Itu Najis? Pandangan Ulama dan Cara Mensucikannya

Ibnu Qayyim al Jauziyah dalam kitab Aunul Ma’bud: Syarah Sunan Abu Daud juga menjelaskan hal yang sama. Wadah bekas najis babi cukup dicuci hingga bersih dari sisa makanan atau minuman tanpa perlu diulang-ulang.

Dalil di atas juga menunjukkan bahwa wadah bekas babi bisa digunakan kembali setelah dicuci bersih, namun ini hanya dalam situasi darurat, ketika tidak ada wadah lain yang bisa dipakai. Rasulullah SAW menganjurkan untuk menggunakan wadah lain terlebih dahulu, dan menghindari wadah yang terkena najis babi, walaupun sudah dicuci. Menurut mayoritas ulama, hal ini hukumnya sunnah, dan makruh jika tetap menggunakan wadah yang pernah terkena najis meski sudah dicuci.

An Nawawi dalam Syarah Muslim menjelaskan bahwa alasan larangan menggunakan wadah tersebut, meskipun sudah dicuci, adalah karena wadah tersebut sudah biasa digunakan untuk benda najis.

Baca juga: Panduan Lengkap Tentang Najis dan Pensuciannya dalam Islam

Penutup

Demikianlah informasi dari Hasiltani.id tentang bersuci dari najis babi.

Bersuci dari najis babi, yang tergolong najis berat (najis mughallazhah), adalah bagian dari upaya menjaga kebersihan dan kesucian yang sangat ditekankan dalam Islam. Dengan mengikuti tata cara yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW dan dijelaskan oleh para ulama, setiap Muslim dapat menjalankan kewajiban ini dengan benar dan sesuai tuntunan syariat. Pembersihan najis babi harus dilakukan dengan cermat, yaitu mencuci tujuh kali dengan salah satunya menggunakan tanah atau debu, sehingga tempat, pakaian, atau benda yang terkena najis tersebut kembali suci.

Dengan pemahaman yang baik tentang bersuci, kita dapat menjaga diri dari hal-hal yang menghalangi kesucian, sehingga ibadah kita diterima dan kehidupan sehari-hari lebih terjaga dari najis. Semoga pengetahuan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menerapkan nilai-nilai kebersihan dan kesucian dalam Islam.

Terimakasih telah membaca artikel bersuci dari najis babi ini, semoga informasi mengenai bersuci dari najis babi ini bermanfaat untuk Sobat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *