Hasiltani.id – Panduan Lengkap Hukum-Hukum Seputar Masjid – Adab dan Larangan di Tempat Ibadah. Masjid merupakan tempat yang sangat mulia dalam Islam, didirikan sebagai pusat ibadah dan kegiatan keagamaan bagi umat Muslim. Selain berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan salat, masjid juga menjadi tempat berzikir, membaca al-Qur’an, menuntut ilmu, serta berbagai kegiatan yang mendekatkan diri kepada Allah.
Oleh karena itu, ada sejumlah hukum yang mengatur bagaimana seharusnya seorang Muslim bersikap dan berperilaku di dalam masjid. Hukum-hukum ini mencakup larangan melakukan aktivitas yang bisa mengganggu kesucian dan ketenangan masjid, seperti jual beli, berbicara tentang hal-hal duniawi secara berlebihan, hingga tata cara membawa anak-anak ke masjid. Memahami dan mematuhi hukum-hukum seputar masjid sangat penting agar fungsi utama masjid sebagai tempat ibadah tetap terjaga dengan baik.
Hukum Jual Beli dan Mengumumkan Barang Hilang di Dalam Masjid
Pada pembahasan hukum-hukum seputar masjid, Hasiltani membahas hukum jual beli dan mengumumkan barang hilang di dalam masjid.
Dalam hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah menjelaskan dengan tegas mengenai larangan melakukan jual beli dan mengumumkan barang hilang di masjid.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Apabila kalian melihat seseorang melakukan jual beli di dalam masjid, katakanlah kepadanya, ‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan pada perniagaanmu.’”
(HR. at-Tirmidzi, disahihkan oleh Syekh al-Albani dalam al-Irwā’, no. 1.295)
Rasulullah juga bersabda:
“Barang siapa mendengar seseorang mengumumkan barang yang hilang di masjid, maka katakanlah, ‘Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.’ Karena sesungguhnya masjid tidak dibangun untuk tujuan tersebut.”
(HR. Muslim, no. 568)
Dari kedua hadis di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa melakukan jual beli serta mengumumkan barang hilang di masjid adalah tindakan yang tidak diperbolehkan. Meskipun ada perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai apakah larangan ini bersifat haram atau hanya makruh, sebagai seorang mukmin, ketika kita mendapati sebuah larangan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sudah seharusnya kita berusaha untuk menjauhinya.
Salah satu alasan dari larangan ini, seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Abdil Barr rahimahullah, adalah bahwa Allah Ta’ala menyebut masjid sebagai rumah yang dibangun untuk diagungkan dan digunakan untuk menyebut nama-Nya, serta untuk bertasbih kepada-Nya pada waktu pagi dan petang. Karena itu, masjid seharusnya dijaga dari hal-hal yang bukan menjadi tujuan pembangunannya.
(al-Istidzkār, jilid 2, hlm. 368)
Hukum Membicarakan Urusan Dunia di Masjid
Pada pembahasan hukum-hukum seputar masjid, Hasiltani mmebhaas hukum membicarakan urusan dunia di masjid.
Terkait masalah ini, Syekh Abdul Aziz Ibnu Baz menjelaskan:
“Berbincang-bincang di masjid tentang urusan dunia, jika hanya sedikit, insya Allah tidak masalah. Namun, jika terlalu banyak, hal itu dibenci karena masjid bukan tempat untuk urusan dunia. Masjid dibangun untuk berzikir kepada Allah, membaca al-Qur’an, melaksanakan salat lima waktu, serta kegiatan lain yang mendatangkan kebaikan seperti salat sunah, iktikaf, dan majelis ilmu. Membicarakan urusan dunia secara berlebihan di masjid adalah sesuatu yang tidak disukai.”
(Fatāwā Nūrun ‘alā ad-Darb, 11/344-345)
Syekh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin juga menambahkan bahwa pembicaraan di masjid dibagi menjadi dua:
- Pembicaraan yang mengganggu orang lain, seperti orang yang sedang salat, membaca al-Qur’an, atau belajar. Ini hukumnya tidak diperbolehkan karena tidak seorang pun boleh melakukan hal yang mengganggu kekhusyukan ibadah orang lain di masjid.
- Pembicaraan yang tidak mengganggu siapa pun, jika berkaitan dengan urusan kebaikan, maka hal itu dianjurkan. Namun, jika berkaitan dengan urusan dunia, ada yang dilarang dan ada yang diperbolehkan. Yang dilarang adalah jual beli dan sewa-menyewa, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barang siapa mendengar seseorang mengumumkan barang yang hilang di masjid, maka katakanlah, ‘Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu,’ karena masjid tidak dibangun untuk itu.”
Sementara itu, yang diperbolehkan adalah berbicara tentang urusan dunia selama pembicaraannya jujur dan tidak mengandung hal-hal yang haram.
(Fatāwā Nūrun ‘Alā ad-Darb, 8/2)
Bolehkah Membawa Anak Kecil ke Masjid?
Pada pembahasan hukum-hukum seputar masjid, Hasiltani akan menjawab pertanyaan bolehkah membawa anak kecil ke masjid.
Tidak ada larangan untuk membawa anak kecil ke masjid, asalkan orang tua atau wali mereka dapat menjaga agar anak tersebut tidak mengotori masjid atau membuat kegaduhan yang bisa mengganggu kekhusyukan jamaah lain yang sedang sholat. Namun, untuk anak-anak yang belum mencapai usia tamyiz (di bawah usia 6 atau 7 tahun), sebaiknya mereka tidak ditempatkan dalam shaf jamaah sholat karena dapat menyebabkan putusnya barisan sholat.
Contoh yang menunjukkan bahwa membawa anak kecil ke masjid dibolehkan adalah ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah sholat sambil menggendong cucunya yang bernama Umamah, putri Zainab.
(HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Qotadah)
Sementara itu, hadits yang menyuruh agar anak-anak dijauhkan dari masjid merupakan hadits yang sangat lemah, seperti:
“Jauhkanlah anak-anak kecil dan orang-orang gila dari masjid-masjid kalian…”
(HR. Ibnu Majah, at-Thobarani. Menurut al-Munawi, hadits ini sangat lemah dalam at-Taysiir bi syarhil Jaami’is Shoghiir, 1/990)
Jadi, tidak benar jika melarang anak kecil masuk ke masjid secara mutlak. Setiap anak memiliki sifat yang berbeda. Ada anak yang tenang dan tidak mengganggu, yang boleh dibawa ke masjid selama dia bisa dijaga agar tidak mengotori masjid (misalnya dengan memakai popok). Namun, jika anak tersebut sulit diatur dan cenderung mengganggu, lebih baik tidak dibawa ke masjid agar tidak menimbulkan mudarat bagi jamaah lain yang sedang beribadah.
Tidak Menjadikan Masjid Sebagai Jalan Untuk Lewat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Janganlah kalian menjadikan masjid-masjid sebagai tempat untuk sekadar lewat, kecuali jika kalian berniat untuk berdzikir atau shalat.”
(HR. at-Thobaroni dari Ibnu Umar, al-Haytsami menyatakan para perawinya dapat dipercaya, dan al-Mundziri mengatakan sanadnya tidak bermasalah. Hadis ini dihasankan oleh al-Albani)
Dalam hal ini, seseorang dilarang menjadikan masjid hanya sebagai tempat untuk sekadar numpang lewat. Masuk dari satu pintu dan keluar dari pintu lain tanpa melakukan shalat atau setidaknya berhenti sejenak untuk berdzikir atau i’tikaf.
(Penjelasan dari al-Munawi dalam at-Taysiir bi syarhil Jaami’is Shoghiir, 2/736)
Baca juga:
- Hukum Orang yang Tidak Puasa Tanpa Udzur – Ancaman dan Konsekuensinya
- Pemahaman Hukum I’tikaf – Syarat, Rukun, dan Keutamaannya di Bulan Ramadan
- Apa Itu Zina? Pengertian, Dampak, dan Cara Menghindarinya Menurut Ajaran Islam
Penutup
Demikianlah informasi dari Hasiltani.id tentang hukum-hukum seputar masjid.
Memahami dan menerapkan hukum-hukum seputar masjid adalah bagian penting dari menjaga kesucian dan kehormatan tempat ibadah. Masjid bukan hanya tempat untuk menunaikan salat, tetapi juga pusat spiritual yang memerlukan adab dan penghormatan khusus.
Dengan menaati aturan-aturan yang telah ditetapkan, seperti menghindari jual beli, menjaga kebersihan, menghindari pembicaraan duniawi yang berlebihan, dan memperhatikan ketertiban jamaah, kita berperan dalam menjaga keagungan masjid sebagai rumah Allah.
Semoga dengan pemahaman yang lebih baik terhadap hukum-hukum seputar masjid, kita semua bisa lebih menghargai dan menjaga tempat ibadah ini, serta meraih keberkahan dari setiap langkah yang kita ambil di dalamnya.
Terimakasih telah membaca artikel hukum-hukum seputar masjid ini, semoga informasi mengenai hukum-hukum seputar masjid ini bermanfaat untuk Sobat.