Jenis-Jenis Perceraian dalam Islam

Memahami Jenis-Jenis Perceraian dalam Islam dan Ketentuannya

Posted on

Hasiltani.id – Memahami Jenis-Jenis Perceraian dalam Islam dan Ketentuannya. Perceraian dalam Islam adalah salah satu perkara yang diatur secara detail dalam syariat. Meskipun dibolehkan, perceraian merupakan langkah terakhir yang diambil ketika upaya untuk mempertahankan rumah tangga tidak berhasil. Islam memandang pernikahan sebagai ikatan suci, namun juga memberikan ruang untuk mengakhiri pernikahan jika terdapat masalah yang tidak dapat diselesaikan secara baik.

Dalam syariat Islam, terdapat beberapa jenis perceraian dengan ketentuan hukum yang berbeda sesuai dengan kondisi dan situasi pasangan suami istri. Memahami jenis-jenis perceraian dalam Islam sangat penting agar proses perceraian dapat dilakukan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku, baik dari sisi agama maupun hukum yang diterapkan di negara.

Hukum Perceraian dalam Islam

Sebelum membahas jenis-jenis perceraian dalam Islam, Hasiltani membahas hukum perceraian dalam Islam.

Dalam Islam, perceraian tidak dilarang, namun Allah SWT sangat membenci tindakan tersebut. Perceraian dianggap sebagai pilihan terakhir yang hanya diambil jika semua upaya untuk memperbaiki masalah rumah tangga sudah gagal. Hukum asal perceraian adalah makruh, yang artinya meskipun diperbolehkan, tindakan ini sangat tidak disukai oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:

“Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak.” (HR. Abu Daud).

Dalil mengenai perceraian juga dapat ditemukan dalam Al-Qur’an, surah Al-Baqarah ayat 227, yang berbunyi:

“Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 227).

Hukum perceraian dalam Islam dapat berbeda tergantung situasi pasangan yang bermasalah. Para ulama sepakat bahwa perceraian diizinkan dalam Islam, tetapi status hukumnya bergantung pada kondisi tertentu:

1. Wajib:

Perceraian menjadi wajib ketika perselisihan antara suami dan istri sudah tidak bisa didamaikan, dan para hakim yang mengurus perkaranya telah sepakat bahwa perceraian adalah solusi terbaik.

Baca Juga :  Apa Itu Zina? Pengertian, Dampak, dan Cara Menghindarinya Menurut Ajaran Islam

2. Sunnah:

Hukumnya sunnah jika suami tidak lagi sanggup memenuhi nafkah atau jika istri tidak menjaga kehormatan dirinya.

3. Haram:

Talak menjadi haram jika dijatuhkan saat istri sedang haid atau ketika suami baru saja berhubungan intim dengan istri tanpa disertai niat baik.

4. Mubah:

Perceraian dianggap mubah jika pernikahan tersebut malah mendatangkan mudharat (kerugian atau bahaya) bagi pasangan maupun orang-orang di sekitar mereka.

Dengan pemahaman ini, pasangan suami istri diharapkan dapat mempertimbangkan segala faktor sebelum memutuskan untuk bercerai, mengingat perceraian adalah solusi terakhir yang disarankan ketika tak ada jalan lain untuk memperbaiki rumah tangga.

Pembagian Harta Cerai dalam Islam

Pada pembahasan jenis-jenis perceraian dalam Islam, Hasiltani membahas pembagian harta cerai dalam Islam.

Dalam fikih Islam klasik, konsep harta bersama dalam pernikahan sebenarnya tidak dikenal. Jika terjadi perceraian, pembagian harta didasarkan pada kepemilikan individu masing-masing. Namun, di Indonesia, hukum mengenai harta bersama diatur secara berbeda melalui undang-undang dan hasil ijtihad ulama Indonesia.

Hukum di Indonesia

Di Indonesia, pembagian harta saat perceraian diatur dalam:

  1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan perubahannya.
  2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Kedua peraturan ini merupakan hasil pemikiran para alim ulama dan umara’, yang disebut sebagai “fikih Islam Indonesia”. Dalam undang-undang ini, harta yang diperoleh selama pernikahan dikenal sebagai “harta bersama”.

Pembagian Harta

Pada pembahasan jenis-jenis perceraian dalam Islam, Hasiltani membahas pembagian harta.

Berdasarkan Pasal 35 UU Perkawinan, harta dalam pernikahan dibedakan menjadi dua:

1. Harta Bersama

Harta bersama, yaitu harta yang diperoleh selama pernikahan.

2. Harta Bawaan Masing-masing

Harta bawaan masing-masing, yaitu harta yang dibawa oleh suami atau istri sebelum menikah atau yang diperoleh secara pribadi selama pernikahan, seperti hadiah atau warisan.

Harta pribadi ini sepenuhnya berada di bawah penguasaan masing-masing pihak, kecuali ada kesepakatan lain.

Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Pasal 85 – Pasal 97 KHI juga mengatur pembagian harta perkawinan yang meliputi:

  • Harta bawaan suami, yaitu harta yang dibawa suami sebelum menikah.
  • Harta bawaan istri, yaitu harta yang dibawa istri sebelum menikah.
  • Harta bersama, yaitu harta yang diperoleh selama pernikahan yang menjadi milik bersama suami dan istri.
  • Harta hasil hadiah, hibah, waris, dan shadaqah dari masing-masing pihak yang tetap menjadi milik pribadi suami atau istri.
Baca Juga :  Memahami Hak-Hak Suami Istri dalam Islam - Kewajiban dan Tanggung Jawab

Mengapa Ada Konsep Harta Bersama di Indonesia?

Pada pembahasan jenis-jenis perceraian dalam Islam, Hasiltani membahas mengapa ada konsep harta bersama di Indnonesia.

Dalam hukum Islam di Indonesia, perkawinan dianggap sebagai bentuk syirkah (perserikatan), di mana suami dan istri bersatu untuk membentuk rumah tangga. Dengan kata lain, pernikahan dianggap sebagai percampuran atau kerjasama antara dua orang yang menikah, sehingga harta yang diperoleh selama pernikahan menjadi bagian dari “syirkah” atau kepemilikan bersama.

Menurut T. M. Hasbi Ash Shiddiqie dalam buku Pedoman Rumah Tangga, perkawinan menjadikan istri sebagai syirkatur rojuli filhayati, yang artinya kongsi sekutu seorang suami dalam mengarungi kehidupan. Maka dari itu, suami dan istri dianggap memiliki perserikatan yang tak terbatas dalam menjalani kehidupan bersama.

Oleh karena itu, ketika terjadi perceraian dan ada perselisihan mengenai pembagian harta yang diperoleh selama pernikahan, Pengadilan Agama akan mempertimbangkan aturan-aturan ini berdasarkan UU Perkawinan dan KHI.

Jenis-Jenis Perceraian dalam Islam

Dalam Islam, terdapat beberapa jenis perceraian yang perlu dipahami. Berikut adalah penjelasan mengenai jenis-jenis perceraian dalam Islam tersebut:

1. Cerai Talak

Perceraian ini terjadi ketika suami memutuskan untuk menceraikan istrinya dengan mengucapkan kata “talak”. Selain itu, perceraian juga harus disahkan melalui pengadilan agama. Ada dua jenis talak dalam perceraian ini:

  • Talak Sharih (langsung): Talak ini terjadi ketika suami secara tegas mengucapkan kata talak, seperti “Aku ceraikan kamu,” meskipun suami tidak berniat menceraikan sebelumnya, talak tetap berlaku.
  • Talak Kinayah (tidak langsung): Talak ini tersirat atau tidak langsung. Contohnya ketika suami berkata, “Pulanglah kepada orang tuamu!” Ucapan ini bermakna perceraian. Talak kinayah juga berlaku ketika talak ditulis melalui pesan teks atau surat.

2. Talak Ta’liq

Talak ini terkait dengan suatu kondisi yang akan terjadi di masa mendatang. Biasanya, suami menggunakan kata-kata seperti “jika”, “apabila”, atau “kapanpun”. Misalnya, suami berkata, “Jika kamu masuk ke rumah si A lagi, maka kamu akan aku talak.”

3. Cerai Li’an

Li’an adalah perceraian yang terjadi karena suami menuduh istri berzina dan memperkuat tuduhannya dengan sumpah, sementara istri menolak tuduhan tersebut. Dalam kasus ini, suami akan diminta untuk bersumpah di persidangan di Pengadilan Agama.

Baca Juga :  Bolehkah Wanita Pergi ke Masjid? Panduan Hukum, Syarat, dan Adab

4. Cerai Khulu

Khulu adalah perceraian yang disepakati antara suami dan istri, di mana istri memberikan kompensasi berupa harta kepada suami. Misalnya, suami berkata, “Aku ceraikan kamu dengan uang tunai Rp 2 juta,” lalu istri setuju dan memberikan uang tersebut. Jika tidak disebutkan jumlahnya, istri hanya perlu mengembalikan mahar yang diterima saat pernikahan.

5. Cerai Fasakh

Fasakh adalah pembatalan pernikahan dari pihak yang memiliki hak, yang mengakibatkan hilangnya seluruh konsekuensi dari akad. Dengan fasakh, kewajiban nafkah dan masa iddah akan dibatalkan. Fasakh bisa terjadi karena beberapa alasan, seperti:

  • Suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama 6 bulan berturut-turut.
  • Istri ditinggalkan oleh suami selama 4 bulan berturut-turut.
  • Suami belum melunasi mahar yang dijanjikan saat akad.
  • Suami melakukan perbuatan buruk terhadap istri.

Dengan memahami jenis-jenis perceraian ini, diharapkan pasangan dapat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing sesuai dengan ketentuan Islam.

Baca juga:

Penutup

Demikianlah informasi dari Hasiltani.id tentang jenis-jenis perceraian dalam Islam.

Memahami jenis-jenis perceraian dalam Islam memberikan wawasan penting mengenai bagaimana syariat mengatur proses berakhirnya ikatan pernikahan. Meskipun perceraian diperbolehkan, Islam tetap menekankan untuk mengutamakan upaya penyelesaian masalah secara damai sebelum menempuh jalan ini. Setiap jenis perceraian memiliki aturan yang berbeda, tergantung pada kondisi dan situasi yang dihadapi pasangan suami istri.

Dengan mengetahui ketentuan ini, diharapkan perceraian, jika harus terjadi, dapat dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan tetap menjaga kehormatan serta hak-hak masing-masing pihak. Pada akhirnya, perceraian harus menjadi langkah terakhir yang diambil dengan penuh pertimbangan dan bijaksana demi kebaikan bersama.

Terimakasih telah membaca artikel jenis-jenis perceraian dalam Islam ini, semoga informasi mengenai jenis-jenis perceraian dalam Islam ini bermanfaat untuk Sobat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *