Siapa Saja Mahram yang Wanita Boleh Terbuka di Depannya dalam Islam?

Siapa Saja Mahram yang Wanita Boleh Terbuka di Depannya dalam Islam?

Posted on

Hasiltani.id – Siapa Saja Mahram yang Wanita Boleh Terbuka di Depannya dalam Islam?. Dalam Islam, konsep mahram sangat penting untuk dipahami, terutama bagi wanita. Mahram adalah orang-orang yang haram dinikahi oleh wanita, baik karena hubungan darah (nasab), persusuan, atau ikatan pernikahan. Di hadapan mahram, wanita diperbolehkan untuk terbuka atau tidak berhijab karena adanya hubungan yang menjamin kehormatan serta keamanan dalam interaksi sosial.

Sebagai panduan bagi umat Muslim, Al-Qur’an telah menetapkan siapa saja yang termasuk mahram, yang dengan mereka seorang wanita boleh menampakkan sebagian auratnya. Dalam artikel ini, kita akan membahas siapa saja mahram yang wanita boleh terbuka di depannya, serta dalil-dalil yang mendasarinya dari Al-Qur’an dan hadits.

Pengertian Mahram

Sebelum membahas mahram yang wanita boleh terbuka di depannya, Hasiltani akan menjelaskan pengertian mahram.

Dalam buku Hukum dan Etika Pernikahan dalam Islam oleh Ali Manshur, istilah mahram secara bahasa berarti sesuatu yang haram atau terlarang. Sedangkan menurut Ibnu Qudamah, mahram adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi karena adanya hubungan darah (nasab) atau sebab lainnya, seperti persusuan atau pernikahan.

Dasar hukum tentang mahram ini tertulis dalam Al-Qur’an, tepatnya dalam Surah An-Nisa ayat 23. Ayat ini menjelaskan siapa saja yang diharamkan untuk dinikahi, yaitu:

“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibumu, anak perempuanmu, saudara perempuanmu, saudara perempuan dari ayahmu, saudara perempuan dari ibumu, anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara perempuan sesusuanmu, ibu mertuamu, anak tiri yang ada dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri. Namun, jika kamu belum bercampur dengan istrimu, maka tidak berdosa bagimu (menikahinya). Juga haram bagimu menikahi istri anak kandungmu (menantu), dan diharamkan pula mengumpulkan dua perempuan bersaudara dalam pernikahan. Kecuali yang sudah terjadi pada masa lalu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 23)

Baca Juga :  Panduan Hukum Mencukur Kumis dalam Islam - Sunnah

Ayat ini menjelaskan secara rinci siapa saja yang termasuk mahram dan tidak boleh dinikahi, baik karena hubungan darah, persusuan, atau karena pernikahan.

Semoga penjelasan ini lebih mudah dipahami! Jika ada pertanyaan lebih lanjut, silakan sampaikan.

Pembagian Mahram

Pada artikel mahram yang wanita boleh terbuka di depannya, Hasiltani membahas pembagian mahram secara lengkap.

Syaikh ‘Abdul ‘Adzim bin Badawi Al-Khalafi dalam kitabnya Al-Wajiiz menjelaskan bahwa ada tiga alasan mengapa seorang wanita diharamkan untuk dinikahi, yaitu:

  1. Karena hubungan darah (nasab)
  2. Karena persusuan
  3. Karena ikatan pernikahan (mushaharah)

Dengan demikian, mahram bagi seorang wanita terbagi menjadi tiga kategori: mahram karena nasab, persusuan, dan pernikahan.

1. Mahram Karena Nasab

Mahram karena nasab adalah mereka yang menjadi mahram karena adanya hubungan darah atau keluarga.

Allah Ta’ala berfirman dalam Surat An-Nur ayat 31, yang artinya:

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau anak-anak laki-laki mereka, atau anak-anak laki-laki suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau anak-anak laki-laki dari saudara laki-laki mereka, atau anak-anak laki-laki dari saudara perempuan mereka.’”

Para ulama tafsir menjelaskan bahwa lelaki yang menjadi mahram bagi wanita, sebagaimana disebutkan dalam ayat ini, adalah:

1. Ayah

Termasuk juga kakek, baik dari pihak ayah maupun ibu, dan seterusnya ke atas. Namun, ayah angkat tidak termasuk mahram, karena Allah Ta’ala berfirman: “Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu” (QS. Al-Ahzab: 4).

2. Anak laki-laki

Termasuk cucu, baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan, dan keturunan mereka. Tetapi anak angkat tidak dianggap mahram berdasarkan keterangan di atas.

3. Saudara laki-laki

Baik saudara kandung, saudara sebapak, atau seibu. Termasuk juga saudara tiri yang lahir dari ayah atau ibu yang sama.

4. Keponakan

Keponakan baik dari saudara laki-laki maupun perempuan, serta anak-anak keturunan mereka, dianggap sebagai mahram. Status mereka setara dengan anak kandung.

Baca Juga :  Memahami Hukum Barang-Barang Yang Terbuat Dari Kulit Binatang

5. Paman

Baik paman dari pihak ayah maupun ibu juga dianggap mahram. Meskipun tidak disebutkan secara langsung dalam ayat, para ulama berpendapat bahwa paman termasuk mahram karena kedudukannya yang dianggap setara dengan orang tua. Kadang-kadang, paman bahkan disebut sebagai “ayah kedua.”

Allah Ta’ala berfirman: “Apakah kamu hadir saat Ya’qub menghadapi sakaratul maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: ‘Apa yang akan kalian sembah setelah aku tiada?’ Mereka menjawab: ‘Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq.’” (QS. Al-Baqarah: 133).

Isma’il adalah paman dari putra-putra Ya’qub, dan ini menunjukkan bahwa paman dianggap sebagai mahram oleh mayoritas ulama.

2. Mahram Karena Persusuan (Ar-Radha’)

Ar-Radha’ah atau persusuan adalah ketika seorang anak kecil menyusu pada seorang wanita dengan beberapa syarat tertentu (lihat Al-Mufashol Fi Ahkamin Nisa’, 6/235). Persusuan yang menjadikan seseorang menjadi mahram adalah lima kali persusuan, berdasarkan hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Pada awalnya, sepuluh kali persusuan dapat menjadikan seseorang haram dinikahi, tetapi kemudian dihapus dan digantikan menjadi lima kali persusuan.” (HR. Muslim, 2/1075/1452).

Syaikh Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa ada dua syarat agar persusuan bisa menjadikan seseorang mahram:

  1. Terjadi lima kali penyusuan.
  2. Penyusuan terjadi dalam dua tahun pertama usia bayi (lihat Durus wa Fatawal Haramul Makki Syaikh Utsaimin, juz 3 hal. 20).

Allah juga berfirman tentang wanita yang haram dinikahi karena persusuan, yang artinya: “Juga ibu-ibu yang menyusui kalian serta saudara-saudara kalian dari persusuan.” (QS. An-Nisa’: 23). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Diharamkan melalui persusuan apa yang juga diharamkan melalui nasab.” (HR. Bukhari 3/222/2645 dan Muslim 2/1068/1447).

Dari penjelasan di atas, mahram karena persusuan sama dengan mahram karena hubungan darah (nasab). Mereka adalah:

  1. Bapak persusuan (suami ibu susu), termasuk kakek persusuan. Dalam hadits disebutkan kisah Aisyah yang ragu mengizinkan saudara laki-laki dari ayah susunya masuk rumahnya setelah turunnya ayat hijab. Rasulullah menjelaskan bahwa saudara laki-laki dari ibu susu adalah mahramnya (HR. Bukhari dan Muslim).
  2. Anak laki-laki dari ibu susu, termasuk keturunan mereka.
  3. Saudara laki-laki sepersusuan, baik saudara kandung, sebapak, atau seibu.
  4. Keponakan persusuan, baik anak dari saudara persusuan laki-laki maupun perempuan.
  5. Paman persusuan, baik dari pihak ayah atau ibu susu (lihat Al-Mufashol 3/160).
Baca Juga :  Tips dan Contoh Teks Sambutan Musyawarah Dusun

3. Mahram Karena Pernikahan (Mushaharah)

Mushaharah berasal dari kata ash-shihr, yang berarti mahram karena pernikahan. Sebagai contoh, anak dari suami seorang wanita dengan istri lainnya (anak tiri) menjadi mahram bagi ibu tiri, dan ayah mertua menjadi mahram bagi menantu perempuan.

Allah Ta’ala berfirman tentang mahram karena pernikahan, yang artinya: “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka.” (QS. An-Nur: 31). Juga dalam QS. An-Nisa’: 22-23 disebutkan larangan menikahi wanita-wanita tertentu, seperti ibu tiri dan menantu.

Dengan demikian, mahram karena pernikahan adalah:

  1. Ayah mertua, mencakup ayah suami atau kakek dari pihak suami.
  2. Anak tiri, termasuk cucu tiri dari keturunan anak tiri laki-laki maupun perempuan.
  3. Ayah tiri, jika ibunya telah berhubungan suami-istri dengan ayah tirinya. Jika belum, pernikahan tersebut diperbolehkan.
  4. Menantu laki-laki, ketika putrinya telah dinikahkan.

Penutup

Demikianlah informasi dari Hasiltani.id tentang mahram yang wanita boleh terbuka di depannya.

Memahami siapa saja mahram yang wanita boleh terbuka di depannya sangat penting dalam menjalankan ajaran Islam sehari-hari, khususnya bagi wanita Muslim. Dengan memahami konsep mahram ini, wanita dapat menjalankan kewajiban berhijab dan menjaga auratnya dengan benar di hadapan orang yang bukan mahram, serta merasa lebih aman dan nyaman dalam interaksi sosial yang sesuai dengan syariat.

Islam memberikan aturan ini sebagai bentuk penjagaan kehormatan dan menjaga hubungan yang sehat antara sesama manusia. Semoga kita semua dapat lebih memahami dan mengamalkan ajaran ini dalam kehidupan sehari-hari.

Terimakasih telah membaca artikel mahram yang wanita boleh terbuka di depannya ini, semoga informasi mengenai mahram yang wanita boleh terbuka di depannya ini bermanfaat untuk Sobat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *