Rezeki Menurut Weton dan Umur

Rezeki Menurut Weton dan Umur – Menelusuri Warisan Primbon Jawa

Posted on

Hasiltani.id – Rezeki Menurut Weton dan Umur – Menelusuri Warisan Primbon Jawa. Rejeki setiap orang diyakini berbeda-beda, dan salah satu cara untuk memahaminya adalah melalui tradisi leluhur yang dikenal sebagai Primbon Jawa. Dalam budaya Jawa, weton—kombinasi antara hari dan pasaran kelahiran—dan usia seseorang memainkan peran penting dalam menentukan alur rejekinya.

Melalui perhitungan weton dan fase umur, yang biasanya dibagi dalam kelipatan 12 tahun, Primbon Jawa menawarkan panduan untuk memahami kapan seseorang mungkin mengalami kelimpahan rejeki atau sebaliknya menghadapi masa-masa sulit.

Artikel ini akan membahas bagaimana rezeki menurut weton dan umur dapat memberikan wawasan dalam menjalani kehidupan, serta bagaimana ajaran ini diwariskan dari generasi ke generasi sebagai bagian dari kekayaan budaya Jawa.

Rezeki Menurut Islam

Sebelum membahas rezeki menurut weton dan umur, Hasiltani membahas rezeki menurut Islam.

Berikut ini beberapa kesimpulan mengenai konsep rezeki dalam Islam:

Pertama, Allah telah menjamin rezeki bagi semua makhluk-Nya, baik yang berakal maupun yang tidak. Banyak ayat dan hadis yang menunjukkan hal ini. Salah satunya adalah firman Allah dalam QS. Hud: 6,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

“Tidak ada satu pun makhluk yang bergerak di bumi ini kecuali Allah-lah yang menanggung rezekinya.”

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan proses penciptaan manusia. Beliau bersabda,

ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِىٌّ أَوْ سَعِيدٌ

“Kemudian malaikat diutus untuk meniupkan ruh ke dalam janin, dan diperintahkan untuk mencatat empat hal: rezekinya, ajalnya, amalnya, dan nasibnya—apakah ia akan bahagia atau celaka.” (HR. Muslim 6893).

Dari prinsip ini, kita dapat memahami bahwa siapapun yang menjadi tanggungan kita, pada hakikatnya rezeki mereka berasal dari Allah, bukan dari kepala keluarga. Kepala keluarga hanya menjadi perantara bagi rezeki yang telah Allah tentukan untuk anak-anaknya.

Ibnu Katsir menceritakan sebuah kisah tentang seseorang yang mengadu kepada Ibrahim bin Adham—seorang ulama dari generasi tabi’ tabi’in—karena khawatir dengan banyaknya anak yang harus ia nafkahi. Ibrahim bin Adham kemudian berkata kepadanya,

اِبعَثْ إِلَيَّ مِنهُمْ مَنْ لَيْسَ رِزْقُهُ عَلَى اللهِ، فَسَكَتَ الرَّجُل

“Kirimlah kepadaku anakmu yang rezekinya tidak ditanggung oleh Allah.” Orang tersebut pun terdiam. (al-Bidayah wa an-Nihayah, 13/510).

Baca Juga :  Ramalan Usaha Berdasarkan Tanggal Lahir dalam Primbon Jawa

Prinsip ini tidak berarti kita bisa duduk diam tanpa usaha dengan alasan semua rezeki sudah ditakdirkan. Ada beberapa alasan yang membantah pandangan seperti itu:

  1. Memang benar bahwa rezeki manusia telah ditakdirkan, tetapi takdir itu adalah rahasia Allah yang kita tidak ketahui. Karena itu, sesuatu yang tidak kita ketahui tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak berusaha.
  2. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa tawakal tidak menghilangkan kewajiban untuk berusaha mencari rezeki. Beliau bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada seekor burung, yang keluar di pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi 2344, Ibn Hibban 730, dan dihasankan oleh Syuaib al-Arnauth).

Imam Ahmad menjelaskan bahwa hadis ini tidak menunjukkan kebolehan untuk berpangku tangan tanpa berusaha. Justru, hadis ini mengandung perintah untuk mencari rezeki, karena burung itu keluar dari sarangnya di pagi hari untuk mencari rezeki.

Kedua, setiap jiwa tidak akan mati sampai ia menghabiskan seluruh jatah rezekinya. Jadi, selama seseorang masih hidup, Allah pasti akan memberikan rezekinya sampai saat ia meninggal.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَنْ يَمُوتَ حَتَّى يَسْتَكْمِلَ رِزْقَهُ ، فَلا تَسْتَبْطِئُوا الرِّزْقَ ، اتَّقُوا اللَّهَ أَيُّهَا النَّاسُ ، وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ ، خُذُوا مَا حَلَّ ، وَدَعُوا مَا حَرُمَ

“Wahai manusia, sesungguhnya kalian tidak akan mati sampai rezeki kalian disempurnakan. Oleh karena itu, jangan merasa rezeki kalian terhambat. Bertakwalah kepada Allah, wahai manusia. Carilah rezeki dengan cara yang baik, ambillah yang halal, dan tinggalkan yang haram.” (HR. Baihaqi dalam Sunan al-Kubro 9640, dishahihkan oleh Hakim dalam Al-Mustadrak 2070 dan disepakati oleh Ad-Dzahabi).

Syaikh Shalih al-Maghamisi dalam sebuah ceramahnya menceritakan tentang seorang lelaki yang jatuh ke dalam sumur. Ia berteriak minta tolong, dan akhirnya berhasil diselamatkan dalam keadaan selamat. Kemudian, seseorang memberinya segelas susu untuk diminum dan menenangkannya. Setelah tenang, orang-orang bertanya, “Bagaimana bisa Anda jatuh ke dalam sumur?”

Lelaki itu pun bercerita dan berdiri di bibir sumur untuk menunjukkan bagaimana ia terjatuh. Namun, tanpa sengaja, ia terjatuh lagi ke dalam sumur yang sama dan akhirnya meninggal dunia.

Lelaki itu diselamatkan oleh Allah pertama kali karena jatah rezekinya di dunia, yaitu segelas susu, belum habis. Setelah jatah rezeki itu selesai, ia pun meninggal di tempat yang sama.

Baca Juga :  Rahasia Keistimewaan dan Kekuatan Wanita Weton Jumat Pon Menurut Primbon Jawa

Ketiga, hakekat dari rezeki kita adalah apa yang kita konsumsi dan kita manfaatkan. Sedangkan apa yang kita kumpulkan belum tentu menjadi jatah rezeki kita.

Dalam sebuah hadis dari Abdullah bin Sikhir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَقُولُ ابْنُ آدَمَ مَالِى مَالِى – قَالَ – وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلاَّ مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ

“Anak Adam selalu berkata, ‘Hartaku… hartaku…’ Padahal, hakekat dari hartamu, wahai anak Adam, hanyalah apa yang kamu makan hingga habis, apa yang kamu gunakan hingga rusak, dan apa yang kamu sedekahkan sehingga tersimpan untuk hari kiamat.” (HR. Ahmad 16305, Muslim 7609, dan lainnya).

Rezeki Menurut Weton dan Umur

Setelah membahas rezeki menurut Islam, Hasiltani membahas rezeki menurut weton dan umur.

Dalam Primbon Jawa, diyakini bahwa rejeki seseorang dipengaruhi oleh weton kelahirannya, yaitu kombinasi antara hari dan pasaran kelahiran. Setiap orang memiliki jalan rejeki yang berbeda-beda, yang dipengaruhi oleh fase tingkatan umur, seperti halnya perputaran roda kehidupan yang terkadang berada di atas, dan terkadang di bawah. Oleh karena itu, seseorang tidak bisa memastikan bahwa rejekinya akan selalu lancar tanpa hambatan sepanjang hidupnya; ada kalanya seseorang akan merasakan kelapangan rezeki, dan di lain waktu, mungkin akan mengalami kesempitan rezeki.

Para leluhur zaman dahulu memberikan ramalan terkait rezeki seseorang berdasarkan weton kelahiran, dan ramalan ini telah disampaikan turun-temurun melalui buku Primbon Jawa. Tujuannya adalah agar generasi penerus dapat mempelajari dan menghargai warisan adat leluhur ini. Dalam ramalan rejeki menurut weton, usia seseorang dibagi menjadi lima tingkatan, yang merupakan kelipatan 12 tahun, yakni pada usia 12, 24, 36, 48, dan 60 tahun.

Masing-masing usia ini memiliki ramalan terkait rejeki yang berbeda-beda, yang dipengaruhi oleh jumlah neptu atau nilai dari weton kelahiran seseorang. Misalnya, ada yang mengalami peningkatan rejeki pada usia 36 tahun, namun mengalami penurunan pada usia 48 tahun, dan seterusnya. Ramalan ini menjadi panduan bagi mereka yang percaya, untuk memahami kapan masa-masa sulit atau kelimpahan dalam hal rezeki mungkin terjadi dalam hidup mereka, sehingga dapat lebih bijaksana dalam mengelola kehidupan dan rezeki mereka.

Berikut adalah ringkasan ramalan rezeki berdasarkan weton dan jumlah neptu:

1. Neptu 7:

  • Tidak ada peningkatan rezeki: Usia 12, 24, 36
  • Rezeki besar: Usia 48, 60

2. Neptu 8:

  • Tidak ada peningkatan rezeki: Usia 12, 24, 60
  • Rezeki besar: Usia 36, 48

3. Neptu 9:

  • Tidak ada peningkatan rezeki: Usia 24, 36, 48
  • Rezeki besar: Usia 12, 60

4. Neptu 10:

  • Tidak ada peningkatan rezeki: Usia 24, 36, 60
  • Rezeki besar: Usia 12, 48
Baca Juga :  Merunut Makna dan Ajaran Spiritual Keris Pasopati

5. Neptu 11:

  • Tidak ada peningkatan rezeki: Usia 36, 48, 60
  • Rezeki besar: Usia 12, 24

6. Neptu 12:

  • Tidak ada peningkatan rezeki: Usia 24, 36, 48
  • Rezeki besar: Usia 12, 60

7. Neptu 13:

  • Tidak ada peningkatan rezeki: Usia 24, 36, 48
  • Rezeki besar: Usia 12, 60

8. Neptu 14:

  • Tidak ada peningkatan rezeki: Usia 12, 24, 36
  • Rezeki besar: Usia 48, 60

9. Neptu 15:

  • Tidak ada peningkatan rezeki: Usia 24, 36, 60
  • Rezeki besar: Usia 12, 48

10. Neptu 16:

  • Tidak ada peningkatan rezeki: Usia 24, 36, 48
  • Rezeki besar: Usia 12, 60

11. Neptu 17:

  • Tidak ada peningkatan rezeki: Usia 12, 48, 60
  • Rezeki besar: Usia 24, 36

12. Neptu 18:

  • Tidak ada peningkatan rezeki: Usia 24, 48, 60
  • Rezeki besar: Usia 12, 36

Cara Menghitung Neptu:

  • Jumlahkan nilai neptu hari lahir dan pasaran Anda.
  • Gunakan hasilnya untuk menentukan pola rezeki Anda sesuai dengan penjelasan di atas.

Catatan:

Ramalan ini merupakan bagian dari kepercayaan tradisional Jawa yang dikenal dengan metode Pal Yama. Setiap orang bebas untuk mempercayai atau tidak mempercayai ramalan ini sesuai dengan keyakinan masing-masing.

Baca juga:

Penutup

Demikianlah informasi dari Hasiltani.id tentang rezeki menurut weton dan umur.

Dalam memahami konsep rezeki menurut weton dan umur, kita diingatkan akan dinamika kehidupan yang penuh dengan pasang surut. Pengetahuan tentang weton kelahiran dan fase umur tidak hanya memberikan gambaran tentang potensi rejeki yang mungkin dialami seseorang, tetapi juga mengajarkan kita untuk bersikap bijak dalam menghadapi berbagai keadaan.

Kita mungkin tidak dapat memprediksi dengan pasti kapan rejeki akan datang, namun dengan memahami prinsip-prinsip yang terdapat dalam Primbon Jawa, kita bisa lebih siap dan optimis dalam menjalani setiap fase kehidupan.

Selain itu, tradisi ini mengajak kita untuk menghargai warisan leluhur dan meneruskan ajaran berharga kepada generasi mendatang. Dengan demikian, rejeki bukan hanya tentang angka atau materi, tetapi juga tentang bagaimana kita bersyukur dan berusaha dalam setiap situasi yang dihadapi.

Terimakasih telah membaca artikel rezeki menurut weton dan umur ini, semoga informasi mengenai rezeki menurut weton dan umur ini bermanfaat untuk Sobat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *