Hasiltani.id – Tafsir Setelah Wafat – Mengungkap Alasan di Balik Pangkat Wali Qutub. Dalam perjalanan spiritual umat Islam, pesan dan ajaran yang ditinggalkan oleh para ulama besar sering kali menjadi sumber inspirasi dan pedoman yang sangat berharga.
Namun, ketika mereka berpulang ke Rahmatullah, banyak pertanyaan dan penafsiran muncul mengenai warisan spiritual yang mereka tinggalkan.
Hal ini mendorong para pengikut dan pencari kebenaran untuk melakukan “Tafsir Setelah Wafat” – upaya mendalam dalam memahami pesan-pesan spiritual yang ditinggalkan oleh ulama terkemuka setelah meninggalkan dunia ini.
Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi konsep Tafsir Setelah Wafat dan bagaimana pesan spiritual para ulama besar, seperti Abah Guru Sekumpul, terus menginspirasi dan membimbing umat Islam.
Hasiltani akan memahami makna dari pesan-pesan ini dan bagaimana para pengikut berusaha untuk menjelaskannya dalam konteks perjalanan spiritual mereka.
Selain itu, artikel ini akan menggali peran ulama dalam hierarki spiritual Islam, termasuk konsep Wali Qutub dan Qutbul Ghauts.
Mari kita memulai perjalanan mendalam ini untuk memahami warisan spiritual yang berharga dan relevan di dunia yang terus berubah ini.
Tafsir Setelah Wafat Alasan di Balik Pangkat Wali Qutub
Ulama besar asal Kalimantan Selatan, Abah Guru Sekumpul, telah meninggalkan pesan penting sebelum wafatnya. Beliau berharap agar setelah kepergiannya, ada yang akan memberikan penafsiran yang tepat terhadap pangkatnya sebagai “Ganjil Raja.”
Oleh karena itu, usaha untuk melakukan tafsir setelah wafat, khususnya terkait dengan gelar “Wali Qutub – Ganjil Raja” yang disandang oleh Abah Guru Sekumpul, menjadi sangat penting.
Karena Abah Guru Sekumpul memiliki gelar raja, hal ini menunjukkan bahwa pangkat spiritualnya setara dengan seorang Qutub atau poros para wali yang lain. Inilah yang akan dijabarkan lebih lanjut.
Meskipun mungkin ada pro dan kontra terkait dengan pemahaman ini, pesan tersebut harus tetap disampaikan.
Sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Gus Baha, bahwa menjaga ilmu dengan benar merupakan suatu tanggung jawab, karena jika ilmu disalahgunakan, dapat menyebabkan anak-anak kita berperilaku nakal, yang pada akhirnya akan menarik murka Allah.
Informasi ini dapat ditemukan dalam cerita yang dikutip dari Habib Ali, keponakan Habib Anis Al Habsyi Solo, yang pertama kali diterbitkan di muslimmedianews dan kemudian disebarkan melalui forummuslim.org.
Suatu ketika, Habib Anis bin Alwi al-Habsyi Solo berkunjung ke tempat tinggal al-Quthb al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf di Jeddah. Ini adalah momen penting dalam perjalanan spiritual mereka yang mungkin berkaitan dengan pesan dan pangkat Abah Guru Sekumpul.
Al-Habib Abdul Qadir Assegaf dengan tegas menyatakan, “Setiap wali di seluruh dunia berada di bawah telapak kakiku, di dalam kerajaanku yang berada di alam Jabarut, sebagaimana pernah juga diucapkan oleh Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.”
Mendengar pernyataan ini, Habib Anis tidak bisa menahan keingintahuannya dan bertanya, “Bagaimana dengan Guru Sekumpul (TGKH. Zaini Abdul Ghani)?”
Dengan lugas, al-Habib Abdul Qadir menjawab, “Tidak ada dalam kerajaanku.”
Habib Anis kemudian menceritakan pengalamannya, “Saya pernah berkunjung ke tempat Guru Sekumpul. Di sana, banyak jamaah yang hadir, dan mereka membacakan kitab-kitab yang sering dibaca oleh para habaib.”
Meskipun Habib Anis telah dua kali menanyakan tentang sosok Guru Sekumpul, jawaban dari al-Habib Abdul Qadir tetap konsisten, “Tidak ada.”
Namun, Habib Anis tidak menyerah, dan untuk ketiga kalinya, dengan penuh ketekunan, ia mengulang pertanyaannya kepada al-Habib Abdul Qadir, mencari jawaban yang mungkin dapat mengungkapkan rahasia terkait dengan Guru Sekumpul.
Setelah sejenak terdiam, al-Habib Abdul Qadir akhirnya memberikan penjelasan, “Ada, namun Guru Sekumpul memiliki kerajaan tersendiri yang lengkap dengan bawahan-bawahannya. Kerajaan ini diberikan langsung oleh Rasulullah Saw. di alam Jabarut.”
Suatu ketika, seseorang bertanya kepada Guru Sekumpul tentang sosok al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf di Jeddah.
Tuan Guru Ijai, yang juga dikenal sebagai Guru Sekumpul, memberikan jawabannya dengan tegas, “Al-Habib Abdul Qadir adalah wali Quthbnya dunia.”
Pandangan ini juga diperkuat oleh pemahaman Muhibbin Abah Guru Sekumpul, Ahmad Yayak, yang melihatnya sebagai bukti bahwa Abah Guru adalah seorang Wali Qutub, poros utama dari para wali Allah.
Hal ini seakan-akan menjadi suatu harapan bagi kita untuk menjadi bagian dari salah satu kerajaan yang dimiliki oleh Wali Allah tersebut di alam Jabarut.
Sementara itu, Habib Abdul Qodir Jeddah, dapat ditafsirkan sebagai Wali Qutbul Ghauts, yaitu posisi yang menggambarkan seseorang sebagai kekasih Allah yang menjadi poros dunia dan penolong bagi umat manusia.
Di sisi lain, Abah Guru Sekumpul sendiri pernah mengungkapkan bahwa dirinya memegang gelar “ganjil raja,” yang menambahkan dimensi misterius dan penting dalam perjalanan spiritualnya.
“Kalau ulun (saya) mati baru tahu mpian (anda), bahwa ulun ini ganjil raja,” kata Abah dengan penuh misteri.
Pernyataan ini mengisyaratkan pada suatu keganjilan bahwa Abah Guru Sekumpul dianugerahi dengan istana yang unik.
Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai adanya tiga istana penting dalam perjalanan spiritualnya. Pertama, ada Istana Induk yang milik Rasulullah, tempat tinggal para Ahlu Bait.
Kemudian, ada istana yang diwarisi dari Syekh Abdul Qodir Al Jilani, yang sekarang dipegang oleh Habib Abdul Qodir Jeddah. Dan yang ketiga, atau istana yang ganjil, adalah milik Abah Guru Sekumpul sendiri.
Pemahaman ini diperkuat oleh pernyataan Habib Umar Bin Hafidz dari Yaman, yang juga merupakan cerita yang beredar di kalangan Muhibbin Abah Guru.
Habib Umar pernah mengeluarkan pernyataan yang jelas menunjukkan bahwa Abah Guru adalah seorang Wali Qutub.
“Aku dibukakan futuh, makanya bisa melihat wali qutub Syaikh Zaini (Abah Guru Sekumpul) yang berada di dalam istana yang sangat megah,” kata Habib Umar bin Hafidz, mengungkapkan betapa pentingnya peran Abah Guru Sekumpul dalam dunia spiritual.
Menurut Habib Umar bin Hafidz, istana tersebut memiliki banyak kebun dan tingkat-tingkat yang memukau. Ternyata, istana ini adalah milik Abah Guru Sekumpul yang berada di bawah naungan bimbingan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari sendiri mendapatkan petunjuk langsung dari dua guru besar, yaitu Syekh Samman dan Syekh Abdul Qadir Al-Jilani, yang kedua-duanya merupakan penutur langsung dari ajaran Rasulullah SAW.
Dalam istana tersebut, Habib Umar bin Hafidz juga melihat bahwa banyak murid-murid Abah Guru Sekumpul yang tengah mengambil manfaat dari ajaran spiritual yang luar biasa.
Maka, adalah sebuah keberuntungan besar bagi siapa pun yang menjadi murid Abah Guru Sekumpul dan mengikuti ajarannya.
Hal ini diperkuat oleh sebuah cerita dari salah seorang guru di Pesantren Darussalam di Martapura, Kalimantan Selatan. Ceritanya menceritakan saat Ustad Abdullah Gymnastiar, yang akrab disapa Aa Gym, sedang berdakwah di Banjar, Kalimantan Selatan.
Saat itu, dia diajak untuk sowan kepada seorang ulama besar di wilayah tersebut, yaitu Abah Guru Sekumpul. Ini adalah bentuk adab dan penghormatan yang tinggi bagi para ustad dan dai lainnya.
Namun, pada saat yang sama, kebetulan Abah Guru Sekumpul sedang menjalani perawatan di rumah sakit. Meskipun demikian, Aa Gym tetap mengambil inisiatif untuk pergi ke rumah sakit dan menjenguk Abah Guru Sekumpul.
Tetapi sungguhlah sebuah kejutan yang tak terkira bagi Aa Gym ketika ia akhirnya bertemu dengan Abah Guru Sekumpul dan melihat wajahnya. Wajah Abah Guru Sekumpul sangat mirip dengan wajah Rasulullah SAW yang pernah Aa Gym lihat dalam mimpinya.
Ternyata, dalam mimpinya, Rasulullah sendiri menyerupai wajah Abah Guru Sekumpul. Pertemuan pertama itu benar-benar mengguncang hati Aa Gym, dan ia menyadari bahwa Guru Sekumpul adalah sosok yang kharismatik dan sangat dicintai oleh Rasulullah.
Adalah penting untuk diketahui bahwa wajah asli Rasulullah tidak dapat dilihat oleh kecuali oleh Wali Allah. Oleh karena itu, bagi ulama yang belum mencapai tingkat Wali Allah, mereka sering hanya bertemu dengan Rasulullah dalam wujud yang menyerupai Wali Qutub pada masa tersebut.
“Jika seseorang bermimpi dan dikatakan bahwa itu adalah Rasulullah, tetapi wajahnya menyerupai wajah seorang ulama, maka ulama tersebut adalah seorang Wali Qutub,” kata Abah Guru Zuhdi, salah satu ulama besar yang meneruskan dakwah dari Guru Sekumpul di Kalimantan Selatan.
Pernyataan serupa juga pernah disampaikan oleh Habib Lutfi Bin Yahya. Ketika itu, Habib Lutfi menceritakan tentang kakeknya yang telah mencapai tingkat Wali Qutub. Beliau menjelaskan bahwa dalam mimpinya, Rasulullah menyerupai wajah kakeknya dan datang kepada orang-orang sholeh.
Meskipun ada banyak perdebatan seputar apakah hanya ada satu Wali Qutub atau lebih dari satu, sebenarnya Qutbul Ghauts adalah posisi yang hanya dipegang oleh satu individu. Namun, berbeda dengan Wali Qutub, yang bisa ada lebih dari satu dalam peran penting sebagai poros spiritual dalam suatu zaman.
Wali Qutub adalah seorang wali yang menjadi poros bagi para wali lainnya. Mereka adalah pemimpin di antara para wali di seluruh dunia, dan memiliki peran penting dalam komunitas spiritual.
Namun, perlu dicatat bahwa ada sedikit perbedaan antara Wali Qutub dan Qutbul Ghauts. Wali Qutub jumlahnya lebih dari satu orang, sementara Qutbul Ghauts adalah posisi yang dipegang oleh hanya satu individu.
Dengan demikian, Wali Qutub dapat diartikan sebagai pemimpin dalam setiap komunitas wali, sedangkan Qutbul Ghauts adalah pemimpin dari para Wali Qutub itu sendiri.
Jenis dan Kategori Kewalian
Dalam Tafsir Setelah Wafat, Jenis dan kategori kewalian yang ada meliputi:
- Qutbul Ghauts
- Wali Quthub
- Wali Aimma (wakil dari Qutbul Ghauts, jumlahnya ada dua)
- Wali Autad (wali penyangga, jumlahnya empat, berada di empat arah mata angin)
- Wali Abdal (wali pengganti, jumlahnya tujuh)
- Wali Nuqaba (wali yang menjadi ahli ilmu syariat, jumlahnya 12)
- Wali Hawariyyun (wali pembela agama dan kemanusiaan yang dibekali ilmu pengetahuan)
- Wali Nujaba’ (jumlahnya delapan)
- Wali Rajabiyun (jumlahnya 40 orang)
- Wali Khatamul Wilayah (penyegelnya para wali di setiap masa, bertugas mengurusi wilayah umat Muhammad)
- Wali Maktum (disembunyikan dari pandangan publik)
- Wali Uwaisyiyin (dibimbing secara rohani oleh para guru secara barzakhi seperti Uwaisy al-Qarni); dan masih banyak lagi kategori lainnya.
Penutup
Demikianlaha informasi dari Hasiltani.id tentang Tafsir Setelah Wafat.
Kita dapat memahami bahwa pesan-pesan dan penafsiran terkait dengan perjalanan spiritual tokoh-tokoh agama seringkali menjadi subjek diskusi dan interpretasi yang mendalam.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, pesan-pesan Abah Guru Sekumpul dan penafsiran tentang pangkatnya sebagai Ganjil Raja menjadi bagian dari warisan spiritual yang memiliki makna mendalam bagi banyak orang.
Dalam dunia tasawuf, konsep Wali Qutub dan Qutbul Ghauts menjadi pusat perdebatan dan pemahaman yang lebih dalam tentang hierarki spiritual.
Namun, pada akhirnya, apa yang penting adalah penghormatan dan penghargaan terhadap peran spiritual para ulama dan wali Allah dalam menginspirasi dan membimbing umat.
Tafsir Setelah Wafat bukan hanya tentang penghormatan terhadap figur spiritual yang telah berpulang, tetapi juga tentang bagaimana pesan dan ajaran mereka tetap hidup dalam hati dan praktik umat.
Dalam menjalani perjalanan spiritual, kita mungkin akan menemui berbagai pandangan dan tafsiran, namun intinya adalah menjalani ajaran agama dengan penuh rasa takwa dan keikhlasan.
Semoga artikel ini telah memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep ini dalam konteks perjalanan spiritual umat Islam.
Terima kasih telah membaca artikel Tafsir Setelah Wafat ini, semoga informasi mengenai Tafsir Setelah Wafat ini bermanfaat untuk Sobat.