Hasiltani.id – Makna dan Manfaat Tawasul dalam Islam – Panduan Lengkap dan Cara Mengamalkannya. Tawasul merupakan salah satu bentuk doa dalam Islam yang dilakukan dengan memohon kepada Allah SWT melalui perantara, baik itu nama-nama Allah, amal shalih, maupun orang-orang yang dihormati seperti para nabi, wali, atau orang-orang saleh.
Dalam praktiknya, tawasul diyakini sebagai sarana yang dapat mendekatkan hamba kepada Tuhannya, memohon keberkahan, serta mendapatkan pertolongan dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Mengacu pada beberapa dalil dalam Al-Qur’an dan hadis, tawasul telah lama menjadi bagian penting dalam tradisi spiritual umat Islam.
Meskipun ada beberapa perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai praktiknya, tawasul tetap dianggap sebagai cara yang efektif untuk memperkuat hubungan spiritual dengan Allah dan meneladani para tokoh yang mulia.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam tentang tawasul, manfaatnya, serta bagaimana ia dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Macam-macam Tawasul
Sebelum membahas tawasul dalam Islam, Hasiltani membahas macam-macam tawasul.
Berikut adalah penjelasan tentang berbagai jenis tawasul yang disampaikan oleh Kiai Wazir dengan merujuk pada tafsir dan Surat Al-Maidah ayat 35. Tawasul adalah memohon kepada Allah melalui perantara, dan berikut macam-macamnya:
1. Tawasul bi Asmaillah (dengan Nama-nama Allah)
Tawasul ini dianggap sebagai bentuk tawasul yang paling tinggi. Contohnya adalah menggunakan ungkapan seperti a’ûdzu bi qudratillah (aku berlindung dengan kekuasaan Allah) atau a’udzu bi izzatillah (aku berlindung dengan kemuliaan Allah). Tawasul ini juga bisa dilakukan dengan menyebut Asmaul Husna (nama-nama Allah yang indah), baik secara lengkap atau sebagian, serta melalui Ismul A’dham (nama Allah yang agung).
2. Tawasul bi A’mal Shalihat (dengan Amal-amal Baik)
Tawasul dengan amal shalih dijelaskan melalui kisah tiga orang sahabat yang terperangkap di dalam gua akibat tertutup oleh batu besar. Mereka lalu berdoa dengan bertawasul kepada Allah melalui amal terbaik yang pernah mereka lakukan. Salah satu sahabat berdoa dengan amalnya berbakti kepada orang tua, dan batu tersebut mulai bergerak. Sahabat lainnya juga berdoa dengan amalan unggulannya, hingga akhirnya batu itu bergeser sedikit demi sedikit, dan mereka bisa keluar.
3. Tawasul bis Shalihin (dengan Orang-orang Shalih)
Tawasul ini dilakukan melalui perantaraan orang-orang saleh, baik yang masih hidup maupun sudah meninggal. Ada sebuah hadis shahih yang menceritakan seorang sahabat yang buta, lalu bertawasul dengan memohon melalui Nabi Muhammad. Sahabat tersebut berdoa, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui Nabi-Mu untuk memenuhi kebutuhanku ini.” Akhirnya, dengan izin Allah, sahabat tersebut bisa melihat kembali. Para nabi sendiri, meski telah wafat, diyakini masih hidup di alam kubur dan melakukan ibadah, seperti shalat.
4. Tawasul bi Dzat (dengan Zat)
Tawasul dengan zat bisa dilakukan melalui kehormatan, kemuliaan, atau kedudukan seseorang. Salah satu contohnya adalah Shalawat Nariyah, yang merupakan bentuk tawasul bi dzat. Namun, tawasul jenis ini diperdebatkan oleh ulama. Menurut mayoritas ulama, semua jenis tawasul yang telah disebutkan diperbolehkan. Tetapi menurut Ibn Taimiyah, tawasul secara syariat hanya bisa diterima kecuali tawasul bi dzat.
Jadi, secara umum ada berbagai cara dalam bertawasul, baik itu melalui nama Allah, amal baik, orang-orang shalih, ataupun kedudukan atau kehormatan tertentu.
Bacaan Tawasul Singkat yang Bisa Diamalkan
Pada pembahasan tawasul dalam Islam, berikut adalah bacaan tawasul singkat yang bisa diamalkan beserta artinya:
Astagfirullahalazim (dibaca 3x)
Artinya: “Aku mohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung.”
Asyhadu an laa ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah.
Artinya: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.”
Bismillaahirrahmaanir rahiim
Artinya: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Ilaahadharatin nabiyyil musthofaa shollallahu ‘alaihi wa sallama, wa aahlihi wa azwajihii wa aulaadihi wa dzurriyyatihi. Al Fatihah.
Artinya: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kepada yang terhormat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terpilih, segenap keluarga, para istri, anak-anak, dan keturunan beliau, bacaan Al-Fatihah ini kami tujukan kepada beliau…” (Dilanjutkan dengan membaca Al-Fatihah).
Ilaa hadhorooti ikhwaanihi minal anbiyaa’I wal mursaliina wal auliyaa’I wash syuhadaa’I wash shoolihiina wash shohaabati wat taabi’iina wal ulamaa’il aamiliina walmushonni final mukh’lishina wa jamii’il malaa ikatil muqorrobiina khusuushon sayyidinaa asy syaikhi’abdil qoodiril jailaani. Al Fatihah.
Artinya: “Kepada yang terhormat para handai taulan dari para nabi dan rasul, para wali, syuhada’, orang-orang saleh, para sahabat, tabi’in, para ulama yang mengamalkan ilmunya, para pengarang yang ikhlas, serta seluruh malaikat yang dekat kepada Allah, terutama kepada penghulu kami, Syaikh Abdul Qadir Jailani.” (Dilanjutkan dengan membaca Al-Fatihah).
Tsumma ilaa hadhorooti ikhwaanihi minal anbiyaa’I wal mursaliina wal auliyaa’I wash syuhadaa’I wash shoolihiina wash shohaabati wat taabi’iina wal ulamaa’il aamiliina walmushonni final mukh’lishina wa jamii’il malaa ikatil muqorrobiina khusuushon sayyidinaa asy syaikhi’abdil qoodiril jailaani. Al Fatihah.
Artinya: “Kemudian kepada yang terhormat para handai taulan dari para nabi dan rasul, para wali, syuhada’, orang-orang saleh, para sahabat, tabi’in, ulama yang mengamalkan ilmunya, pengarang yang ikhlas, serta seluruh malaikat yang dekat kepada Allah, terutama kepada penghulu kami, Syaikh Abdul Qadir Jailani.” (Dilanjutkan dengan membaca Al-Fatihah).
Ilaa jamii’ii ahlil qubuuri minal muslimiina wal muslimaati walmu’miniina walmu’minaati min masyaariqil ardhi wa maghooribihaa barrihaa wa bahrihaa khususon aabaa anaa wa umma haatinaa wa ajdaadanaa wa jaddaatinaa wa masyaayikhonaa wa masyaayikho masyaayikhinaa wa asaatidzatinaa wa khushuushoon ilarruhi (…) wa limini ijtama’naa haa hunaa bi sababihi. Al-Fatihah.
Artinya: “Kepada seluruh ahli kubur dari kalangan muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, dari timur dan barat, baik yang ada di darat maupun di laut, khususnya kepada bapak dan ibu kami, nenek dan kakek kami, para guru kami, guru-guru mereka, serta kepada roh (sebutkan nama yang dimaksud) dan orang yang menjadi sebab kami berkumpul di sini.” (Dilanjutkan dengan membaca Al-Fatihah).
Manfaat yang Bisa Didapat Dalam Praktik Tawasul
Pada artikel tawasul dalam Islam, Hasiltani juga membahas manfaat yang bisa didapat dalam praktik tawasul.
Berikut adalah beberapa manfaat yang bisa didapat dari praktik tawasul:
1. Mendekatkan Diri kepada Allah SWT
Tawasul adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menggunakan perantara yang dianggap memiliki kedekatan khusus dengan-Nya, seperti nabi, wali, atau orang-orang saleh.
2. Memperoleh Keberkahan
Dengan tawasul, seseorang berharap mendapatkan keberkahan dalam hidupnya, baik untuk urusan dunia maupun akhirat, melalui perantara yang diyakini penuh dengan berkah dan kemuliaan.
3. Penghiburan dan Ketenangan Batin
Merasa dekat dengan tokoh-tokoh yang dihormati melalui tawasul bisa memberikan rasa nyaman dan tenang, terutama saat seseorang menghadapi masalah atau kesulitan dalam hidup.
4. Menghidupkan Teladan
Tawasul dapat menjadi sarana untuk menghidupkan contoh atau teladan dari para tokoh agama, sehingga individu lebih terinspirasi dalam mengikuti langkah-langkah mereka dalam beribadah dan berakhlak.
5. Memperkuat Iman dan Ketakwaan
Dengan tawasul, seseorang dapat memperkuat ikatan spiritualnya dengan Allah dan tokoh-tokoh agama, yang pada gilirannya meningkatkan iman dan ketakwaan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Penutup
Demikianlah informasi dari Hasiltani.id tentang tawasul dalam Islam.
Tawasul merupakan salah satu bentuk ibadah yang kaya akan nilai spiritual dalam Islam. Melalui tawasul, seorang hamba berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menggunakan perantara yang memiliki kedudukan istimewa di sisi-Nya, baik itu melalui nama-nama Allah, amal saleh, ataupun tokoh agama yang dihormati. Meski terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama tentang beberapa bentuk tawasul, esensi utamanya tetap berfokus pada penghambaan dan pengharapan kepada Allah semata.
Sebagai umat Islam, penting untuk memahami bahwa tawasul bukan sekadar ritual, melainkan sarana untuk memperkuat iman, mendekatkan diri kepada Allah, dan memperoleh keberkahan dalam hidup. Dalam berbagai kondisi kehidupan, baik saat menghadapi kesulitan maupun dalam keadaan bahagia, tawasul dapat menjadi jalan spiritual yang memberikan ketenangan batin dan meningkatkan ketakwaan. Semoga dengan memahami dan mengamalkan tawasul, kita dapat lebih dekat dengan Allah dan meneladani kebaikan para hamba-Nya yang saleh.
Terimakasih telah membaca artikel tawasul dalam Islam ini, semoga informasi mengenai tawasul dalam Islam ini bermanfaat untuk Sobat.